Sosok yang lembut ini, Theresia Suharti (labih sering ditulis Th. Suharti), dilahirkan di Yogyakarta, 8 Februari 1947. la dapat disebut sebagai maestro tari klasik gaya Yogyakarta. la telah mencintai dunia seni tad sejak belia. Hidupnya didedikasikan untuk melestarikan seni tad khususnya tad putri klasik gaya Yogyakarta. Kini, di usianya yang sudah berkepala tujuh, perempuan yang juga memiliki gelar paringan dalem Nyi K.R.T. Pujaningsih, masih bertugas sebagai pengajar tad puteri di Kawedanan Hageng Punakawan Kridha Mardawa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pendidikan formal di bidang tad dimulai Suharti sejak lulus SMP, yakni melanjutkan pendidikan ke KONRI (Konservatori Tad Indonesia Yogyakarta, sekarang menjadi SMKI) lulus pada 1965. Begitu lulus ia diminta mengajar di almamaternya itu. Awalnya ia menolak, namun karena dipaksa keadaan (antara lain almamaternya itu kekurangan guru yang mumpuni) akhirnya ia menerima dengan syarat bahwa sembari mengajar ia dapat melanjutkan kuliah di Akademi Seni Tad Indonesia (ASTI, kini menjadi bagian dari Fakultas Seni Pertunjukan, ISI Yogyakarta). Pada 1973 ia lulus Sarjana Muda Akademi SeniTari Indonesia (ASTI) Yogyakarta, dan dilanjutkan pada tahun 1980 lulus menjadi Seniman Seni Tari (SST) gelar akademik setingkat sarjana, juga dari ASTI. Gai rah belajarnya tak su rut. Th. Suharti melanjutkan kuliah hingga meraih Sarjana Utama (S,U, derajat magister/S2) dari Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa, Sekolah Pascasarjana UGM (1990), dan dari institusi yang sama meraih derajat a kadmeiktertinggi S3 (Doktor) pada 2012. Salah satu karya monumental Th. Suharti adalah rekonstruksi Bedhaya Semang, tad sakral Keraton Yogyakarta yang sudah berusia seabad lebih tidak ditarikan. Karya ini pula yang juga mengantarkan Suharti menjadi sarjana muda dan doktor. Bersama timnya, Th. Suharti berusaha merekonstruksi tarian yang berkisah mengenai pertalian kasih antara Sultan Agung dan Kanjeng Ratu Kidul. Suharti harus mempelajari manuskrip-manuskrip lama, termasuk notasi gendingnya untuk mewujudkan kembali beksan Bedhaya Semang. Tarian berdurasi empat jam tersebut akhirnya berhasil dipergelarkan di Keraton tahun 2002, sekitar tiga puluh tahun lebih sejak ia memulai penelitian mengenainya. Suharti diminta oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X untuk meringkas tarian tersebut agar memiliki durasi yang lebih pendek yakni dua jam saja sehingga da pat ditampilkan sesuai dengan kondisi keraton saat ini. Suharti tak hanya menggeluti Bedhaya Semang. Hampir semua tari klasik gaya Mataraman ia kuasai, bahkan tak sekadar menguasai gerakan, ia juga memahami filosofi, sejarah, notasi gending, hingga kostum. la dapat dengan mudah menuturkan perbedaan tarian Yogyakarta dan Surakarta. Apabila melihat suatu variasi pengembangan tari, is langsung dapat mengetahui indukdari tarian tersebut. Khusus mengenai kostum atau busana tari yang juga menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia tari, Suharti memberikan perhatian khusus. Sejak masuk di Konservatori Tari Indonesia di Yogyakarta is tertarik untuk melakukan eksperimentasi membuat busana tari, balk yang konvensional maupun pengembangan namun masih berpijak pada tradisi terutama tari gaya Yogyakarta. Suharti banyak melakukan kerja sama dengan para penatah, pembatik, para pengusaha perhiasan, hingga pada pernik-pernik yang kecil dalam tari. Eksperimentasi yang semula hanya dipakai sendiri pun akhirnya banyak diminati kalangan para penari secara luas. Menurut Suharti, produksi busana tari ini senantiasa harus dilakukan, dikarenakan produksi busana tari ini juga dapat menguntungkan (secara ekonomi dan keberlangsungan perajin busana) para pengrajin, di sisi lain juga dapat memperluas wawasan mereka mengenai aturan busana tari. Peminat busana tari tersebut dalam perkembangannya semakin luas, tidak hanya memenuhi kebutuhan kalangan sendiri, namun sampai ke negeri seberang. Kegiatan tersebut pada mulanya merupakan pembinaan keluarga. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu anak-anak Suharti—yang berprofesi dalam bidang tari pula—mengembangkannya sebagai sumber investasi. Banyak perajin yang dilibatkan sesuai dengan bidang dan keahliannya masing-masing. Suharti menjalani dan menghayati bidang seni tari dalam waktu yang panjang. Dimulai sejak 1965-1969 is mengajar di Konservatori Tari Indonesia Yogyakarta yang berstatus sebagai PNS. Kemudian pada 1969-1972 is menjadi staf pengajar tari Jawa di Wesleyan University, Middletown, Connecticut, USA. Selama musim panas, ia juga menjadi pengajar tari Jawa di Summer Program ASEA (American Society for Eastern Art) di Oakland, California, USA. Selanjutnya pada 1975-2012 Suharti menjadi staf pengajar di Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Pada 2000, ia menjadi staf pengajar di Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta hingga purna tugas pada 2012. Beberapa karya tulis Suharti antara lain, disertasi berjudul Bedhaya Semang Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat: Reaktualisasi Sebuah Tad Pusaka (2012) yang kemudian dibukukan pada tahun 2015, sebagai anggota penulis dalam Ensiklopedi Yogyakarta (2009 & 2010), beberapa jurnal bidang seni, dan lainnya. Sementara itu, beberapa karya bidang seni yang pernah dihasilkan adalah sebagai penyaji dan penata taxi Bedhaya Sapta dalam rangka Puncak acara Peringatan Satu Abad Sri Sultan Hamengku Buwana IX, atas kerja sama dengan Sekretariat Bersama Keistimewaan DIY pada Dialog Budaya dan Gelar Seni "Yogya Semesta", seri 51, di Kepatihan Yogyakarta (2012). Pada tahun 2011 sebagai penyaji tari Bedhaya Sang Amurwabumi dalam rangka Gelar Seni dan Panelis dalam dialog Budaya dan Gelar Seni "Yogya Semesta", seri 47, dengan topik "Ajaran Sang Amurwabumi Sumber Acuan Nilai-nilai Pendidikan Karakter" di Kepatihan Yogyakarta. la juga pernah menjadi penari Bedhaya Sang Amurwabhumi (2008), penari Bedhaya Babarlayar (2007), serta masih banyak lagi. Suharti juga pernah menerima sejumlah penghargaan, antara lain sebagai penari dalam APPAN: International Dance Performances and Seminar dari Director of LPK Tari Natya Lakshita (2015), Penghargaan sebagai koreografer Ringkes Bedhaya "Sang Amurwabhumi" (2014), Penghargaan Khusus sebagai penyaji seni tari "Bedhaya Sapta"(2012). ***