Susteran Santo Fransiskus Boro

SUSTERAN SANTO FRANSISKUS BORO

Susteran Santo Fransiskus Boro merupakan bagian dari kompleks Misi Boro. Selain Susteran Santo Fansiskus, kompleks misi seluas 22.000 m2 juga terdapat Rumah Sakit Santo Yusup Boro,  Gereja Theresia Lisieux Boro (disebut juga sebagai Gereja Boro), Pastoran dan kantor pengelola gereja, Panti Asuhan Sancta Maria Boro, Pertenunan Sancta Maria dan Sekolah Pangudi Luhur (SD-SMP).

Keberadaan Kompleks Misi Boro tidak dapat dilepaskan dari peran seorang misionaris bernama Romo J.B. Prennthaler, S.J. Beliau adalah Imam Jesuit berasal dari Austria yang berkarya di perbukitan Menoreh, khususnya Kecamatan Kalibawang, dari tahun 1920 sampai akhir hayatnya yaitu 28 April 1946 dalam usia 61 tahun dan dimakamkan di Kompleks Misi Boro. Atas inisiatif umat Katolik setempat, sekarang makamnya disulap menjadi Taman Doa Bunda Maria Pelindung Keluarga (BMPK). 

Meskipun terletak dalam satu kompleks, namun pembangunan dari masing-masing bangunan tidaklah dilakukan secara serentak, melainkan bertahap. Bangunan pertama yang dibangun adalah Pastoran dan disusul dengan Gereja. Pembangunan Pastoran dan Gereja diperkirakan dimulai bulan Juni-Juli 1928. Pembangunan berikutnya adalah Rumah Sakit Santo Yusup yang dimulai tahun 1930. Satu tahun kemudian, yaitu pada tahun 1931 menyusul pembangunan Susteran Santo Fransiskus. 

Menyusul karya di bidang pendidikan, biara OSF St. Yusup dan Rumah Sakit Umum Santo Yusup Boro  didirikan atau diresmikan menjadi karya pelayanan gereja yang nyata, bagi masyarakat di daerah Boro dan sekitarnya, yang berada di Perbukitan/ Pegunungan Menoreh yang indah ini.

Pada Tanggal 15 Desember 1930 para Suster hadir di Boro dan atas Seizin dari Bapak Lurah Bradjapawira maka berdirilah rumah sakit bagi warga miskin di daerah Boro, pelayanan kesehatan tidak dipungut biaya sedikitpun, pelayanan kesehatan pada saat itu tidak hanyak untuk daerah Boro Saja namun meluas hingga Kalibawang, Dekso, Promasan dan Nanggulan.

 

Kondisi Umum Bangunan Susteran Santo Fransiskus Boro

Bangunan Susteran Santo Fransiskus Boro terletak di Jalan Boro – Dekso, berdampingan dengan Rumah Sakit Santo Yusup Boro di sisi timur. Di sebelah timur, di seberang Jalan Boro – Dekso, berturut-turut terdapat gereja dan Bruderan FIC (Gambar 1). 

Gambar 1. Lokasi Susteran OSF Boro

Berdasarkan sejarah pembangunannya, bangunan Susteran adalah Rumah Sakit yang didirikan tahun 1930. Pada waktu itu, rumah sakit dipimpin oleh Suster Aufrida dibantu oleh Suster Florida Van Der Klauw, Suster Bernilda Segerink, Suster Petrone Van Fuik, dan Suster Colleta Rubiyah. Pemberkatan biara dan Rumah Sakit dilakukan pada 4 Januari 1931 oleh Pastor Kalkens S. J. dan Pastur Satiman S. J. Sementara pembukaan rumah sakit secara resmi dilakukan pada 5 Maret 1931 oleh Pastor Van Baal. 

Bangunan Susteran Fransiskanes merupakan bangunan bergaya arsitektur Indis berlantai satu dengan denah membentuk huruf “U” yang ujung-ujungnya berada di sisi selatan (belakang). Sebagian besar bangunan belum pernah mengalami perubahan sejak dibangun pada tahun 1930. Dari luar terlihat bahwa meskipun pada bagian bubungan atap mengalami kerusakan dan ditutup dengan seng, namun genting secara keseluruhan masih mempertahankan genting asli yaitu genting vlam berbahan dasar tanah liat. Demikian pula dinding yang mempunyai ketebalan satu batu terlihat masih kokoh dan pada sisi luar (eksterior) diberi ornamen batu andesit di bagian bawah. Dinding bagian dalam (interior) bagian bawah setinggi 1,5 meter dilapisi dengan keramik. Pada ruang-ruang umum digunakan keramik warna merah maron ukuran 10 x 20 cm dipasang dengan posisi mendatar dan anti-siar (selang-seling) dan pada ruang-ruang lainnya dipasang keramik warna abu-abu ukuran 20 x 25 cm2 dengan posisi vertikal. Hampir seluruh lantai bangunan Susteran juga masih mempertahankan tegel asli berupa tegel abu-abu ukuran 20 x 20 cim2. 

 

Bagian Fasad dan Pintu masuk

Secara keseluruhan bangunan Susteran berada di tepi Jalan Dekso – Boro menghadap ke arah utara. Bagian pintuk masuk ditandai dengan atap menjorok maju berbentuk limasan. Di atas atap, tepat pada bubungan, terdapat menara kecil dengan kisi-kisi atau krepyak. Pintu masuknya sendiri berukuran lebar 2 meter, terdiri dari 2 daun pintu dan terbuat dari kayu yang dicat warna coklat muda dan kuning. Dinding yang memiliki ketebalan satu batu terlihat kokoh dengan warna krem dengan hiasan batu andesit bercat hitam di bagian bawah (Gambar 2). Di depan pintu masuk terdapat kanopi berukuran kurang lebih 4x4 m2. Ditilik dari material utama yang terbuat dari kayu dan material atap berupa seng, kanopi terkesan bersifat semi permanen dan merupakan bangunan baru yang ditambahkan (Gambar 3).

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_Fasar Susteran Fransiskanes.jpeg

Gambar 2. Bagian pintu masuk terlihat atap yang menjorok ke depan berbentuk limasan, menara kecil dan kanopi

 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_atap kanopi.jpeg

Gambar 3. Sambungan atap kanopi dengan atap bangunan utama

 

Karena bangunan Susteran ini pada awalnya merupakan rumah sakit, maka di atas pintu masuk terdapat hiasan kaca patri yang bertuliskan St Jozef Zieken Huis (bahasa Belanda) yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Rumah Sakit St. Yusup (Gambar 4).

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_Kaca Patri Zendingziekenhuis (1).jpeg

Gambar 4. Hiasan kaca patri di atas pintu masuk

 

Pintu masuk utama terletak di tengah-tengah sisi utara bangunan. Di sebelah timur pintu masuk utama dapat dilihat deretan jendela krepayak yang merupakan eksterior dari ruang tamu formal, ruang rekreasi, ruang makan, ruang tidur bagi suster yang sedang sakit dan tidak dapat dirawat di rumah sakit (Gambar 5). Adapun di sebelah barat pintu masuk utama dapat dilihat deretan jendela atas (kaca) dan jendela krepyak kayu bercat yang merupakan eksterior dari ruang kapel, ruang doa dan ruang kantor (Gambar 6).

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_eksterior sayap timur.jpeg

Gambar 5. Eksterior di sisi timur pintu masuk utama

 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_deretan jendela krapyak sayap barat.jpeg

Gambar 6. Eksterior di sisi barat pintu masuk utama

 

Di balik pintu masuk utama terdapat ruang tamu yang berukuran 4 x 5 m2. Lantai ruang tamu, sebagaimana lantai di semua ruang di Susteran, berupa tegel abu-abu berukuran 20 x 20 cm2. Dinding ruang tamu dicat dengan warna krem dan dilapisi keramik ukuran 20 x 25 cm berwarna abu-abu muda setinggi 1,5 meter (Gambar 7). 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_Ruang tamu.jpeg

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_patung santo fransiskus.jpeg

Gambar 7. Ruang Tamu

Gambar 8. Patung Santo Fransiskus

Di belakang ruang tamu terdapat ruang terbuka kecil berukuran 3 x 4 m2. Di ruang ini terdapat rak buku dan juga patung St Fransiskus sebagai Santo Pelindung Suster-suster OSF (Gambar 8). Dari ruang tamu dapat langsung melihat ke taman yang terletak di tengah bangunan dengan Gua Maria sebagai pusat (Gambar 9). 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_gua maria 1.jpeg

Gambar 9. Taman dengan Gua Maria sebaga pusat

 

Setelah ruang tamu terdapat selasar dalam di sisi timur (Gambar 10) dan selasar dalam di sisi barat (Gambar 11). Di sebelah barat ruang tamu terdapat kapel, ruang doa, kantor dan ruang tidur tamu. 

 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_selasar dalam 2 dari barat.jpeg

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_Selasar dalam 1.jpeg

Gambar 10. Selasar dalam sisi timur

Gambar 11. Selasar dalam sisi barat

 

Kapel dan Ruang Doa

Kapel dan ruang doa merupakan jantung dari sebuah biara, termasuk Susteran ini. Kapel berukuran kurang lebih 6 x 12 m2 terletak tepat berada di sebelah barat dari ruang tamu (Gambar 12). Bagian altar dari kapel terletak di sisi timur, di mana di belakangnya terdapat ruang sakristi berukuran 3 x 6 m2. Ruang ini merupakan ruang persiapan untuk pastor yang akan memimpin perayaan ekaristi (Gambar 15). Karena kapel merupakan ruang yang sakral maka dirancang secara khusus, antara lain dengan atap yang lebih tinggi (Gambar 2) dan juga peletakan jendela yang lebih tinggi guna menjaga suasana hening di dalamnya (Gambar 13 dan 14). 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_kapel x.jpeg

Gambar 12. Kapel



E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_jendela atas kapel 2.jpeg

Gambar 13. Jendela kapel dilihat dari dalam kapel

 

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_jendela atas kapel dari luar.jpeg

C:\Users\Dr. Ir. Sumardiyanto\Pictures\kecilin susteran Boro\kecilin_sakristi 1.jpeg

Gambar 14. Jendela kapel dilihat dari luar kapel

Gambar 15. Ruang Sakristi

Karena kapel digunakan untuk melayani umat dan kebutuhan internal para suster maka terdapat 2 pintu akses, yaitu pintu ke arah keluar (Gambar 16) dan pintu ke arah dalam (Gambar 17). Pada pintu yang mengarah ke dalam dilengkapi dengan pintu kupu tarung.

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_pintu 1.jpeg

E:\DISBUD DIY\ANUGERAH KEBUDAYAAN\2021\kecilin susteran Boro\kecilin_pintu kupu tarung.jpeg

Gambar 16. Pintu kapel menuju luar Susteran

Gambar 17. Pintu Kapel menuju ke bagian dalam Susteran

 

Ruang Tamu
Ruang Tamu
Patung Santo Fransiskus
Patung Santo Fransiskus
Hiasan kaca patri di atas pintu masuk
Hiasan kaca patri di atas pintu masuk
Eksterior di sisi timur pintu masuk utama
Eksterior di sisi timur pintu masuk utama
Bagian pintu masuk terlihat atap yang menjorok ke depan berbentuk limasan, menara kecil dan kanopi
Bagian pintu masuk terlihat atap yang menjorok ke depan berbentuk limasan, menara kecil dan kanopi