Susilo Nugroho

Sosok yang menyimpan magma canda ini dilahirkan di Yogyakarta, 5 Januari 1959. Tersematkan pada dirinya menjadi seorang aktor (teater tradisional, modern, film) dan pelawak kenamaan dari Yogyakarta. la dikenal dengan sebutan Den Baguse Ngarso karena perannya yang populer sebagai tokoh antagonis dalam acara siaran Mbangun Desa diTVRI Yogyakarta pada 1990-an. Dalam peran tersebut ia digambarkan sebagai priyayi yang sombong, sering bicara nylekit, bersikap sinis pada lawan bicara, sok tahu dan mau menang sendiri. Dalam berbagai pertunjukan teater maupun film, peran semacam itu yang sering dimainkan oleh Susilo dengan meyakinkan. Susilo Nugroho tidak memiliki latar belakang pendidikan formal seni, khususnya teater. la menyelesaikan pendidikan di SD Suryodiningratan II Yogyakarta (1971), SLIP Pangudi Luhur I Yogyakarta (1974), dan SMA Kolese de Britto Yogyakarta (1977). Kemudian ia melanjutkan studi di IKIP Sanata Dharma Yogyakarta jurusan Ilmu Ekonomi (1982). Artinya, kemampuan dan kapasitas keaktorannya diperolah dari berbagai "institut seni" berna ma komunitas, kelompok, dan berbagai peran yang dipercayakan padanya. Di ruang-ruang itulah ia berproses dan terus-menerus mematangkan Susilo mulai terjun dalam dunia seni peran sejak duduk di bangku SMA tahun 1977. Kemudian pada tahun 1983 bersama dengan Heru Kesawa Murti, Jujuk Prabowo, Sepnu Heryanto dan Saptaria Handayaningsih (alm.) ia mendirikan Teater Gandrik. Dalam berbagai pementasan Teater Gandrik ia kerapkali memainkan peran sentral. la juga aktif sebagai penulis naskah dan sutradara kethoprak di komunitas Kethoprak Tjonthong Djogjakarta. Susilo Nugroho juga sering mendapatkan peran penting - bersama Cak Lonthong, Akbar, Wisben, Marwoto, dll - dalam pertunjukan (semacam opera)"Indonesia Kita"yang diinisiasi oleh Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto (alm.) dan Agus Noor. Sumber kelucuan Susilo Nugroho antara lain pada ekspresi sok tahu dan sinismenya pada berbagai persoalan sosial, politik, ekonomi, dan perkara sehari-hari. Kini, Susilo menikmati masa pensiunannya sebagai guru di SMK Negeri 1 Bantul,Yogyakarta (2019). Menjadi guru sekaligus menjadi seorang pemain peran yang aktif pasti membuat is sangat sibuk. Akan tetapi, is sama sekali tak pernah berniat meninggalkan dunia seni peran. Susilo menyatakan bahwa dalam dunia seni tidak ada istilah pensiun. la menyikapi seni sebagai kebutuhannya yang pertama. la juga tidak mengkotak-kotakkan antara teater, dagelan, atau ketoprak. la melakukan semua itu, melintasi seluruh genre, dan baginya semua itu adalah teater. 

Susilo menuturkan perbedaan antara pentas seni dahulu dan sekarang adalah, bahwa pada tahun 70-an gampang sekali menemukan pentas rakyat gratis. Hampir di setiap kampung memiliki grup teater."Zaman dahulu teater itu ampuh banget, di kampus-kampus apalagi. Meskipun pertunjukannya kurang sebagus sekarang karena seadanya, namun sangat menyenangkan", tuturnya. Menurutnya menjadi seorang pemain peran juga bukan perkara gampang. Seseorang harus bisa melepaskan kediriannya dalam setiap sosok yang dimainkannya di panggung. Apa yang diperankan Susilo di atas panggung, dapat dilihat pula sebagai refleksi realitas sehari-hari yang dijalani dan dihayati.*"

 

Pertunjukan Susilo
Pertunjukan Susilo
Susilo Nugroho
Susilo Nugroho