Sejarah
Dalam usaha meningkatkan pelayanan di Panti Asuhan yang dikelolanya, Monseigneur (Mgr) Lijnen, Pastor Paroki Gedangan Semarang pada akhir tahun 1860-an berinisiatif mendatangkan para Suster dari Kongregasi Suster-Suster Santo Fransiskus di Heythuysen Belanda untuk menjalankan misi di Hindia Belanda (Indonesia). Setelah melalui perjalanan panjang melintasi samudera selama hampir 6 bulan, pada tanggal 5 Februari 1870 kapal Jacoba Cornelia yang membawa 11 Suster Ordo Santo Fransiskus (OSF) bersandar di pelabuhan Semarang.
Meskipun pada awalnya kedatangan para Suster bergerak di Panti Asuhan, namun seiring dengan perjlanan waktu dan perkembangan kebutuhan, mereka juga mengembangkan kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial. Jangkauan wilayah pelayanannya juga berkembang tidak hanya kota Semarang tetapi juga meluas sampai di kota-kota lain termasuk Yogyakarta.
Pada tanggal 19 Maret 1902 datanglah empat orang Suster OSF dari Semarang ke Yogyakarta. Mereka adalah Sr. Fransisca Versteegh, Sr. Eulabie Sloesen, Sr. Jacobine Wartel dan Sr. Antonia Lunders. Pada tanggal 1 April 1902 para Suster OSF mulai membuka sekolah untuk anak-anak peremupan yang diberi nama Frobel School. Kemudian, pada tanggal 1 Juli 1902 para Suster OSF mulai membuka Sekolah Dasar yang diberi nama Leerschool. Jumlah murid pada awalnya hanya 50 orang. Namun dari tahun ke tahun jumlah muridnya bertambah banyak sehingga membutuhkan fasilitas yang lebih luas. Pada tanggal 19 April 1904 dilaksanakan upacara peletakan batu pertama pembangunan kompleks biara dan sekolah. Pemberkatan kompleks bangunan baru yang diberi nama Maria School (Sekolah Santa Maria) ini berlangsung pada tanggal 8 Desember 1904. Pada tanggal 28 Juni 1920 dibuka Sekolah Dasar Intemarata yang merupakan cikal bakal dari SD Marsudirini.
Peraturan Pemerintah yang dikeluarkan pada tahun 1952, mengatur bahwa sekolah-sekolah harus dikelola oleh satu yayasan. Oleh karena itu sekolah-sekolah yang didirikan oleh para Suster OSF yang berkarya di Yogyakarta bernaung di bawah Yayasan Kanisius. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, pada tahun 1954 dibentuklah Yayasan Marsudirini yang bertugas mengelola dan membina sekolah-sekolah yang didirikan oleh para Suter OSF. Nama Marsudirini berasal dari gabungan kata Mar, Su, Di, Ri, dan Ni. Mar merupakan singkatan dari Maria, Su kependekan dari Suci, Di singkatan dari Dyah, Ri merupakan kependekan dari Rinumpaka, dan Ni adalah singkatan dari Niskala. Sehingga, bila kata-kata gabungan tersebut menjadi satu rangkaian kata, yaitu Marsudirini, mempunyai makna Maria Perawan Berhiaskan Kemurnian.
Kondisi bangunan SD Marsudirini Yogyakarta saat ini
Gedung Sekolah Dasar Marsudirini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 32 Kampung Yudonegaran RT. 09 RW. 01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bangunan Kompleks Sekolah Marsudirini bergaya arsitektur Indis dengan fasad yang khas berupa gevel. Bangunan ini menghadap ke utara dan memanjang dari timur ke barat.
Pada awalnya (1904) bangunan SD Marsudirini Yogyakarta terdiri dari Hall depan, 6 buah ruang kelas serta selasar di lantai satu. Pada lantai dua terdapat hall depan, 18 ruang tidur Suster dan satu buah ruang serbaguna. Pada tahun 1920 pada lantai dasar ditambah dengan satu buah ruang kelas dan satu buah ruang Kepala Sekolah.
Selanjutnya sampai saat ini tidak ada lagi penambahan ruang. Beberapa perubahan bersifat minor seperti penambahan selasar di lantai atas pada tahun 1996, dan perbaikan ruang kepala sekolah (1997) dan penambahan pintu pada bordes tangga (1998) serta retrofitting akibat gempa bumi Mei 2006.
Bangunan SD Marsudirini berada dalam satu kompleks bangunan Biara Suster OSF. Biara menempati bagian barat sedangkan SD Marsudirini menempati bagian di sebelah timur. Masing-masing atap bangunan berbentuk salib. Pada setiap ujung atap terdapat dinding gable, sehingga masing-masing bangunan memiliki empat dinding gable. Akan tetapi karena orientasi bangunan menghadap ke arah utara, maka hanya dinding gable bagian utara yang diberi ornamen dekoratif, sedangkan tiga dinding gable yang menghadap timur, selatan dan barat tidak diberi ornamen. Untuk membedakan fungsi bangunan satu dengan yang lain ditandai dengan ornamen yang berbeda, meskipun masih satu tipe (Gambar 1 dan 2)

|

|
Gambar 1. Dinding gable sisi utara yang sekaligus fasad bangunan SD Marsudirini
|
Gambar 2. Dinding gable sisi utara yang sekaligus fasad bangunan Biara Suster OSF
|
Ada beberapa jenis jendela pada bangunan SD Marsudirini. Salah satu bentuk yang banyak ditemukan adalah jendela dengan ukuran lebar 125 cm dan tinggi 145 cm dengan ventilasi udara di atasnya berukuran lebar 125 cm dan tinggi 60 cm. Setiap jendela menggunakan krepyak dan terdapat dua daun jendela (Jawa: kupu tarung) (Gambar 3 dan 4). Desain dari krepyak jendela dibuat movabel (dapat diatur kemiringan krepyak) dengan menggunakan tambahan batang kayu sebagai pengatur kemiringan krepyak (Gambar 7)

|

|
Gambar 3. Model jendela dengan dua dau jendela (kupu tarung)
|
Gambar 4. Ventilasi udara berupa krepyak dengan bahan kayu
|
Lantai yang digunakan pada bangunan SD Marsudirini adalah tegel abu-abu ukuran 20 cm x 20 cm untuk lantai bawah dan kayu tanpa finishing untuk lantai atas. Lantai atas terbuat dari papan kayu jati setebal 4 cm dengan lebar bervariasi antara 20 cm hingga 30 cm dan panjang juga bervariasi antara 200 cm hingga 400 cm. Pada perkembangannya lantai atas kemudian dilapisi dengan keramik berwarna light grey ukuran 20 cm x 20 cm. Penambahan lantai keramik juga dilakukan pada tangga yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua (Gambar 5). Pada lantai satu di bagian barat (di depan Biara Suster OSF) masih terdapat prasasti peletakan batu pertama pembangunan kompleks Biara Suster OSF (Gambar 6).

|

|
Gambar 5. Tangga berstruktur kayu yang menghubungkan lantai satu dan lantai dua.
|
Gambar 6. Prasasti pelatakan batu pertama pembangunan kompleks Biara Suster OSF
|
Bangunan SD Marsudirini mempunyai gaya arsitektur kolonial yang sangat populer pada abad 17 hingga pertengahan abad 20. Sampai sekarang bangunan SD Marsudirini masih berfungsi seperti pada awal dibangun, dan telah ditetapkan sebagai bangunan warisan budaya berdasarkan Surat Keputusan (SK) Walikota Yogyakarta Nomor 798/Kep/2009.