Dalam memori kolektif masyarakat Yogyakarta, kata Ginggang sangat melekat dengan jamu. Keberadaan jamu Ginggang Tentu tidak lepas dari para pemilik atau perintis yang membuat jamu tersebut lestari sampai sekarang. Dari generasi pertama pembuat jamu yang awalnya khusus untuk keluarga Pura Pakualaman, Ginggang yang saat ini menjual produknya untuk kalangan umum. Saat sekarang Rudy Supriyadi mengelola Jamu Ginggang.
Rudy Supriyadi, sosok pria yang ramah,lahir pada tanggal 21 November 1963 di Yogyakarta, dari keluarga yang terus melestarikan jamu. Sejak kecil telah terbiasa dan akrab dengan jamu, balk itu berupa bahan mentah, menakar ukuran, meracik hingga menyajikannya.
Rudy Supriyadi merupakan keturunan ke-5 dari perintis jamu Ginggang yang pertama. Rudy Supriyadi lahir dari pasangan Dasiyah (generasi ke-4 pembuat jamu Ginggang) dan Sutiman Budidarmo. Pasangan tersebut dikarunia 7 orang putra putri. Rudy Supriyadi merupakan anak nomor 6 dari 7 bersaudara. Dari ke-7 putra putri Dasiyah dan Sutiman Budidarma hanya Rudy yang menekuni dan melestarikan pembuatan jamu Ginggang.
Rudy Supriyadi yang mendapatkan pendidikan formal sampai di jenjang SMA ini sebelum memutuskan untuk meneruskan tradisi leluhur dalam pembuatan jamu, pernah menjadi pengusaha batik ( batik kayu dan kain batik) di Bayat yang memiliki tenaga kerja cukup banyak. Di samping itu juga pernah memiliki rumah produksi batik di daerah Bimo Kurdo, Sapen, Yogyakarta. Krisis ekonomi dunia dan bencana alam mengakibatkan usahanya mundur. Faktor itu membuat Rudy memutuskan untuk alih profesi dan menekuni bidang yang telah lama dikelola oleh orang tuanya yakni melestarikan usaha jamu Ginggang. Faktor penting lainnya yang turut mendorong Rudy terjun ke pengelolaan jamu adalah usia kedua orang tuanya yang sudah tergolong sepuh. Rudy Supriyadi kemudian meneruskan usaha yang telah dirintis oleh para Ieluhurnya,yakni mengelola Jamu Ginggang hingga sekarang. Rudy Supriyadi saat ini tinggal di Kauman PA 11/30, RT 034, RW 009, Kalurahan Gunungketur, Pakualaman, Yogyakarta. Mulai tahun 2000 Rudy Supriyadi fokus mengelola usaha jamu Ginggang. Pada dasarnya pria yang lahir dan besar dari keluarga pembuat jamu Ginggang ini menyukai usaha yang berkaitan dengan budaya dan tradisi.
Dalam mengelola jamu Ginggang Rudy banyak mendapat wawasan dan ide baru dari para kolega maupun pelanggan. Beberapa produk baru mulai dikembangkan, Antara lain kunir susu. Produk tersebut sudah mulai dibuat namun masih terbatas dan harus dipesan terlebih dahulu. Konsep harus bersih dalam tata kelola jamu tetap diterapkan oleh Rudy sampai sekarang. Bersih dalam hal ini adalah bersih diri para pembuatnya, bahan bahan yang digunakan serta alat-alat yang dipakai. Konsep itu diturunkan dari orangtuanya.
Kiprahnya dalam bidang jamu,membawa Rudy Supriyadi masuk dalam organisasi GP Jamu di Yogyakarta. Jabatan sebagai Wakil Ketua di GP Jamu Yogyakarta dia sandang dari tahun 2005-20019. Di dalam organisasi ini banyak diskusi yang digelar tentang jamu dan itu menambah wawasan dan pengetahuan tentang jamu.
Jamu Jawa Ginggang terletak di sebelah barat Pura Pakualaman, tepatnya di JI. Masjid No. 32 Pakualaman Yogyakarta. Produk Jamu Jawa Ginggang sampai sekarang masih mempertahankan dan mengembangkan mutu dan originalitas produk. Jamu yang menjadi ikon dan banyak dicari masyarakat sejak dahulu di Ginggang adalah Galian Putri, Sehat Pria, Sehat Wanita, Sawan Taun. Di samping itu produk yang menjadi andalan dari Ginggang adalah minuman jamu seperti kunir asem maupun beras kencur. Menurut Rudy, jamu Ginggang membuat racikan khusus untuk remaja putri, orang dewasa dan para orang tua. Ginggang tidak membuat jamu untuk bayi maupun anak-anak.
Jamu Jawa Ginggang konsisten meramu jamu dengan resep-resep tradisional, yang diracik oleh perintisnya (mBah Djaya) seorang abdi dalem Tabib Kraton Pura Paku Alam di masa kepemimpinan Sri Pakualam VI. Usaha pembuatan jamu dari Mbah Djaya kemudian dilanjutkan oleh anaknya yang bernama mbah Bilawa. Keturunan atau generasi berikutnya adalah bapak Puspomadyo. Dari Pak Puspomadyo inilah Rudy Supriyadi mendapatkan resep resep jamu yang sudah dituliskan (nama bahan, ukuran, cara membuat). Puspomadyo adalah kakek Rudy dari garis ibu.
Nama Ginggang adalah sebuah nama yang disarankan oleh Sri Pakualam VI. Awalnya bernama "Tan Ginggang" atau (selalu ;ang/berjarak). Nama tersebut dimaksudkan agar tidak ada lagi ngan yang berjarak, bahkan semakin rekat, dekat, atau senantiasa i. Perubahan nama dari Tan Ginggang menjadi Ginggang terjadi masa generasi ke-3, yaitu saat dikelola oleh Puspomadyo sekitar 11950. Pada saat dikelola oleh Bilowo (adik mBah Djaya) namanya masih Tan Ginggang.
Konsumenn/pelanggan Jamu Jawa Ginggang sangat variatif, mulai dari la (putri khususnya), pemuda, dewasa, hingga orang tua. Produk-produk yang disajikan Jamu Jawa Ginggang antara lain jamu cair siap minum, jamu serbuk/bubuk, dan jamu godhog/rebus. Jika ditilik keberadaan dan eksistensinya, Jamu Jawa Ginggang telah ikut melestarikan tradisi Jawa di bidang pengetahuan tradisi, yang telah berproses selanna hampir seratus tahun (menurut keterangan Pak Rudy, empat tahun lagi keberadaan jamu Ginggang telah berusia 1 abad). Keberhasilan mempertahankan kualitas dan originalitas jamu tradisi tersebut mampu menambah keistimewaan Yogyakarta, dan Jamu Ginggang menjadi salah satu ikon Kota Yogyakarta.
Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan jamu sebagai brand Indonesia pada tahun 2008. Tahun 2019, jamu telah ditetapkan sebagai warisan budaya nasional. Jamu telah hadir di negeri ini sejak lama. Di tengah maraknya obat-obatan modern dan tren gaya hidup sehat kehadiran jamu menjadi semakin popular. Di lain pihak para pelaku yang memiliki pengetahuan tentang ketrampilan membuat jamu semakin berkurang. Diantara para pelaku/pelestari jamu yang terus mengembangkan jamu dari Yogyakarta adalah Rudy Supriyadi. Komitmen dan dedikasinya dalam bidang pelestarian pembuatan jamu patut untuk diapresiasi. """