R. Seto Hadi Wardoyo yang bernama aslii R. Sukaryono adalah keturunan Darmogati yang dulunya bertugas melaksanakan upacara Jamasan Daun Lontar. Menurut ceritera, daun lontar tersebut pemberian Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII kepada Raden Penewu Wonososro (Darmogati) yang saat itu bertugas sebagai perawat hutan di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Nama Wonososro diambil dari kata "wana" (hutan) dan "sasra" berarti seribu.
Awalnya, upacara jamasan Daun Lontar berisi Serat Kalimasada dengan sampul bergambar ruyung serta dihiasi sisik ikan laut, digelar secara tertutup tiap 1 Sura tahun Jawa dan hanya boleh dihadiri kaum lelaki. Sedangkan pelaksana upacaraan tidak boleh dilakukan orang lain kecuali Darmogati dan keturunanan. Namun sejak 1974 acara Jamasan Daun Lontar sebanyak 78 lembar digelar secara terbuka dan boleh dihadiri kaum perempuan.
R. Sukaryono sebagai keturunan Darmogati tak hanya merawat daun-daun lontar tersebut tetapi juga secara ajeg melestarikan upacara jamasan sebagaimana dilakukan leluhurnya. Menurut pensiunan pegawai Pemda DIY tahun 1999 ini, Sri Sultan Hamengkubuwono ke VII berpesan pada Darmogati agar serat Kalimasada yang ditulis dengan aksana Jawa dibacakan atau diwiridkan selama 7 hari 7 malam kepada mereka yang hadir dalam upacara untuk didengar dan diresapi sebagai pedoman hidup. Hal ini berlangsung semasa Darmogati masih hidup sampai pada puteranya, Raden Penewu Wonosari. Tetapi karena sudah tak ada lagi yang bisa membaca aksara Jawa, upacara tidak dilakukan selama 7 hari 7 malam melainkan hanya sehari.
Hingga saat ini, jamasan Daun Lontar Serat Kalimasada tetap digelartiap tahun oleh R. Sukaryono di desa Salam Rejo Sentolo, Kabupaten Kulonprogo, diisi dengan kegiatan membersihkan daun lontar agar tidak mengalami kerusakan. Awalnya, daun lontar dibersihkan dengan jadah, sejenis makanan terbuat dari ketan tanpa garam dilanjutkan dengan mengoleskan minyak kasturi bercampur alkohol ke daun lontar dengan menggunakan kapas, agar daun daun lontar kembali bersih. Syarat yang menyertai upacara jamasan adalah "Jenang Usik" yang berarti "mosika" atau bergeraklah (diberikan kepada yang hadir), minyak kasturi serta jadah tanpa garam yang juga dibagikan kepada yang hadir.
R Sukaryono tinggal di Gamping Kidul nomor 317, RT. 01 RW. 19 desa Ambarketawang Gamping Sleman. Pernah bekerja di PN Pertani (tahun 1963 s.d. 1973) serta Pemda DIY (tahun 1973 sd 1999). Tahun 2017 is menerima penghargaan dari Bupati Kulonprogo sebagai tokoh pelestari adat dan tradisi Jamasan Daun Lontar.***