Petilasan Gedhong Pulungsari yang lokasinya berada dipuncak bukit Padukuhan Sedono merupakan wilayah yang berbatasan antara Kalurahan Pundungsari Kapanewon Semin dengan Kalurahan Tambakromo Kapanewon Ponjong. Untuk menuju kelokasi tersebut meski pada awalnya tidak bisa dijangkau dengan kendaraan , hanya dapat dilalui dengan jalan kaki karena jalan yang ada masih sempit , saat ini sudah bisa dijangkau dengan kendaraan melewati jalan corblok yaitu jalan yang dibuat menggunakan pasir dengan semen. Di sekitar Petilasan Gedhong Pulungsari tumbuh pepohonan yang sangat rindang , jika berada ditempat ini rasanya sangat sejuk dengan pemandangan yang indah dan bisa melihat tanaman yang hijau meski dimusim kemarau.
Setahun sekali, meskipun lokasinya agak jauh dengan pemukiman masyarakat dengan membawa Gunungan berisi sejaji/uborampe seperti ayam bakar, nasi uduk dan lainnya, arak arakan harus berjalan kaki menuju petilasan Gedhong Pulungsari melaksanakan upacara adat Nyadran yang dipimpin oleh Juru Kunci. Upacara adat Nyadran yang dilakukan sejak puluhan bahkan ratusan tahun itu masih lestari hingga saat ini yaitu sebagai bentuk ungkapan syukur kepada Sang Pencipta, sekaligus merupakan momentum menghormati para leluhur , bahkan bisa menjadi perekat kerukunan, persatuan dan kesatuan antar warga. Upacara adat Nyadran Gedhong Pulungsari dilakukan pada bulan jawa Besar hari Senin legi atau Kamis legi.
Agar pelaksanaan upacara adat nyadran bisa tetap lestari dan tertib, masyarakat sepakat membentuk paguyuban dengan nama Sekar Cempoko Mulyo. Paguyuban inilah yang melaksanakan upacara adat bersama masyarakat. Bahkan paguyuban Sekar Cempoko Mulyo tidak hanya melaksanakan upacara adat, tetapi menggerakkan warga untuk gotongroyong membangun jalan menuju petilasan. Meskpipun dilakukan secara bertahap dan memakan waktu cukup lama, tetapi hasilnya sangat menggembirakan yaitu jalan lingkungan mulai tertata rapi dan bersih.
Desa Pundungsari salah satu dari 144 Desa yang ada di Gunungkidul, ditetapkan sebagai Rintisan Desa Budaya yang kemudian berubah menjadi Rintisan Kalurahan Budaya oleh Bupati Gunungkidul, maka kegiatan kebudayaan yang semula hanya kesenian, terus berkembang. Kebudayaan kemudian dijabarkan paling tidak bisa meliputi kegiatan adat dan tradisi, seni dan permainan tradisional, bahasa sastra dan aksara, kerajinan industri kuliner, pengobatan tradisional, tata ruang dan warisan budaya , sehingga kebudayaan programnya semakin mendapatkan prioritas dan menjangkau seluruh padukuhan, baik yang bersumber dari pemerintah kalurahan maupun pengurus kalurahan Budaya . Adanya Rintisan Kalurahan Budaya, paguyuban Sekar Cempoko Mulya selalu dilibatkan dalam berbagai kegiatan.
Salah satu unggulan program adat dan tradisi adalah upacara adat Nyadran Gedhong Pulungsari, maka masyarakat Padukuhan Sedono sepakat Paguyuban Sekor Cempoko Mulyo yang sudah ada puluhan tahun itu dalam upaya mendukung program kalurahan, maka paguyuban Sekar Cempoko Mulyo yang sudah ada puluhan tahun itu kemudian disepakati untuk didaftarkan kepada pemerintah. Setelah melengkapi persyaratan yang ditentukan , maka paguyuban didaftarkan ke pemerintah pusat dan telah mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonedia , disebutkan bahwa Paguyuban Sekar Cempoko Mulya sebagai perkumpulan Pelestari Budaya .
Pemerintah kalurahan Pundungsari, setiap upacara adat Nyadran Gedhong Pulungsari, meskipun kecil juga memberikan bantuan kepada Sekar Cempoko Mulya sebuah paguyuban dengan tanpa pamrih yang dinilai berhasil melestarikan upacara adat. Bantuan yang diberikan khusus untuk pelaksanaan upacara adat, karena petilasan Gedhong Pulungsari menjadi aset kalurahan. Bahkan pada saat jalan menuju petilasan masih sulit dijangkau , melalui Sekar Cempoko Mulyo berhasil menggerakkan swadaya masyarakat untuk bersama sama gotongroyong membangun jalan dan membersihkan petilasan. Disamping mengadakan upacara adat Nyadran, juga mengadakan upacara adat lainnya seperti upacara adat rasul dan upacara adat Suran .
Petilasan Gedhong Pulungsari adalah makam dari BRM Sumadi dan BRAy Sudarminah yang merupakan putra putri dari Sri Sultan Hamengukubuwono II , dan masyarakat menyebutnya bahwa Eyang Sumadi merupakan putra ke 53 sedang Eyang Sudarminah adalah putri ke 59. Seperti penuturan juru kunci Kahono bahwa saat keduanya meninggalkan kraton, kemudian lelana dengan melakukan perjalanan yang cukup jauh, melewati Bayat, Wot Galih Ngawen, Ngluwur, Sela Lawang dan berhenti di puncak bukit Dondong Sedono,hingga meninggal dunia dan dimakamkan ditempat tersebut , dan sebagai penghormatan kepada leluhurnya setahun sekali diadakan upacara Nyadran yang masih lestari hingga saat ini dengan nama Upacara adat Nyadran Gedhong Pulungsari.
Setiap penyelenggaraan Upacara adat nyadran disamping diikuti oleh masyarakat selalu dihadiri para pejabat Kabupaten, utusan dari Kraton Yogyakarta, pejabat kapanewon maupun tamu tamu dari luar daerah. Selesai ritual di puncak bukit Gedhong Pulungsari, acara dilanjutkan di rumah Juru Kunci dengan menyuguhkan hiburan seperti tari Tayub , karawitan dan malam harinya digelar pentas wayangkulit. Namun selama adanya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Corona Virus Disease 2019 , Sekar Cempoko Mulyo dalam menyelenggarakan upacara adat Nyadran Gedhong Pulungsari dilaksanakan secara sederhana dan dengan protokol kesehatan secara ketat.
Pemerintah Kalurahan Pundungsari yang terbagi menjadi 10 Padukuhan meliputi Padukuhan Semin wetan, Pundungsari, Pelem, Karangwetan, Pijenan, Sedono, Kutukan, Mbanpon, Jelok dan Tepus, salah satu Padukuhannya sangat didambakan yaitu petilasan Gedhong Pulungsari Padukuhan Sedono, yang saat ini dikelola oleh Sekar Cempoko Mulyo, bisa dijadikan obyek wisata minat khusus . Meskipun lokasi petilasan berada di puncak bukit karena memiliki pemandangan dan panorama yang indah, pada saatnya bisa menjadi obyek wisata unggulan di Pundungsari. Sekar Cempoko Mulyo bersama masyarakat terus berbenah dan pemerintah Kabupaten sangat memperhatikan dengan memperbaiki jalan menuju petilasan Gedhong Pulungsari secara bertahap.