Tahun 2000, saat memasuki pergantian milenium baru, sekaligus menjelang Pesta Emas Majalah BASIS, Sindhunata, sebagai nahkoda baru majalah BASIS menengok kembali perjalanan Majalah BASIS yang telah berlangsung setengah abad.
Dikenang kembali pembicaraan sejumlah orang, di antaranya Prof P. Zoetmulder yang mendirikan Majalah BASIS untuk pertama kalinya. Satu majalah kecil,setebal sekitar lima puluh (50) halaman, memuat berbagai tulisan di sekitar sosiologi, ekonomi, pendidikan, keluarga, dan bidang kemasyarakatan lainnya. Dengan jumlah oplah dan pelanggan sekitar seribu (1000) orang. Majalah BASIS menjadi wujud spiritualitas telektual.
Prof P. Zoetmulder (dosen UGM) dan Prof. N. Drijarkara (pendiri, dosen Sanata Dharma) dua tokoh humaniora dengan keahlian Jawa Kuno (di UGM) dan Filsafat (di Sanata Dharma) kemudian menjadi tiang yang menopang perjalanan majalah BASIS. Sebagai perintis bidang Ilmu Filsafat di Indonesia, pada era tahun 60-70a n, Prof Drijarkara, menjadikan majalah BASIS sebagai media yang menyebarkan pemahaman tentang Filsafat Pendidikan, Filsafat Manusia,Filsafat Sosial tentang Negara dan Bangsa, dan Filsafat Kebudayaan. Tulisan berseri tersebut, pada tahun 80-an kemudian terbit sebagai buku yang menjadi khasanah dasar pemikiran filsafat di Indonesia. Dad kedua orang tersebut, Majalah BASIS kemudian dijalankan oleh tokoh humaniora yang lain yakni Dick Hartoko (dosen UGM,dan Sanata Dharma).
Redaksi pelaksana Majalah BASIS, maupun penulis yang mengisi artikel artikel yang terbit telah menjadi jalur pembentukan untuk kaum intelektual, maupun tokoh media yang mengisi sejarah pemikiran di Indonesia. Orang-orang seperti Anhar Gonggong,Sapardi dJoko Damono, dan seorang pendiri KOMPAS P. Swantoro pernah mengawali karirnya dengan terlibat aktif dalam majalah BASIS pada masa mahasiswanya. Hal tersebut dilanjutkan oleh B. Rahmanto (dosen Sanata Dharma) yang menjabat sebagai Redaksi Pelaksana selama tiga puluh (30) tahun. Beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Sarjana Kesusastraan Seluruh Indonesia (HISKI).
Demikianlah, BASIS yang mengandung pengertian fundamen, atau dasar, dalam ruang lingkup wilayah sosiologi, ekonomi, pendidikan, keluarga dan ilmu kemasyarakatan lainnya, melalui berbagai tulisan yang ada, telah memberi sumbangan membuka cakrawala intelektual para pembacanya.
Era kepemimpinan Sindhunata, corak baru dimunculkan. Selain format majalah yang diperbesar, dan mengingat menguatnya era visual, konten Majalah BASIS juga diperkaya dengan materi visual. Karya-karya para perupa, (lukis, patung, grafis, mix media) maupun para fotographer yang merupakan teman-teman jaringan kerja Sindhunata juga memberi warna tersendiri pada majalah BASIS. Inilah bagian dari karya seni dari proses pemikiran intelektual yang dihadirkan secara simbolis. Satu periode yang berlangsung hingga saat ini. Sekitar 20 tahun perjalanan.
Pada pertengahan 2021, Redaksi Majalah BASIS yang menerima tongkat estafet dari periode kepemimpinan Sindhunata, baru saja menyelenggarakan satu rangkaian jumpa Penulis dan Pembaca majalah BASIS secara virtual. Tidak kurang dari sepuluh (10) tema disodorkan. Satu wilayah baru yang ditambahkan dari yang disebut di atas adalah wilayah dialog interreligius.
Tidak kurang dari lima ratus (500) pembaca majalah BASIS yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, turut terlibat dalam rangkaian acara tersebut. Dalam dinamika kehadiran majalah BASIS, upaya tersebut dapat ditempatkan sebagai sebuah bentuk baru. Ketika media cetak telah bergeser karena budaya digital, Majalah Kebudayaan BASIS tetap ingin menjangkau para pembacanya dengan tetap menawarkan khasanah pemikiran intelektual yang diproduksinya. Dan tetap menjangkau pembacanya, kendati di masa pandemi sekali pun.***