Surat Kabar Harian pertama di Yogyakarta yang lahir setelah Indonesia merdeka adalah Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Namun perjalanan panjang berdirinya Harian Kedaulatan Rakyat tidak dapat dilepaskan dari surat kabar-surat kabar sebelumnya yang ada di Yogyakarta yaitu surat kabar Sedyatama dan surat kabar Sinar Matahari.Surat kabar Sedyatama didirikan pada sekitar tahun 1930an, pada masa Kolonial Belanda, oleh pemuda pergerakan dan pejuang. Pada masa pendudukan Jepang, 'Sendenbu' (Barisan Propaganda Jepang), membiarkan Surat Kabar Sedyatama tetap terbit namun dengan syarat harus menggunakan bahasa Indonesia.Penerbitan Koran ini pada akhirnya dihentikan oleh R Roedjito karena di bawah tekanan Jepang.
Kantor Harian Sedyatama yang berada di jalan Malioboro kemudian diambil alih oleh pihak Jepang dan digunakan sebagai kantor penerbitan Koran Jepang yang kemudian diberi nama Sinar Matahari. Harian Sinar Matahari pada masa Jepang merupakan salah satu media propaganda. Koran ini diterbitkan atas prakarsa Sendenbu atau Barisan Propagandis Jepang , surat ka bar ini bertugas menyebarluaskan program politik pemerintahan Dai Nippon dan merekrut para pegawai orang-orang Indonesia. Meskipun pada awal didirikannya dimaksudkan untuk propaganda dan kepentingan Jepang, namun dalam perjalanannya isi berita Harian Sinar Matahari tidak lagi berorientasi pada propaganda dan kepentingan Jepang,tetapi justru mewartakan berita-berita yang menguntungkan bangsa Indonesia terutama setelah Jepang mengalami kekalahan beruntun dalam Perang Pasifik. Orang-orang Indonesia yang menjadi jurnalis atau pegawai Koran Sinar Matahari Yang seharusnya menyebarkan propaganda Jepang justru menjadikan Koran ini sebagai media informasi mendukung perjuangan kemerdekaan Indonesia. Berita yang dimuat memberi sumbangan besar bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia seperti berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, pernyataan Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku alam VIII yang menyatakan berdiri di belakang Pemerintah RI, dan seruan-seruan yang mengobarkan semangat juang para pemuda dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Namun berita-berita yang dimuat Harian Sinar Matahari mengundang ketidaksenangan pihak militer Jepang yang pada waktu itu masih mempunyai kekuatan.
Menyikapi situasi genting agar tidak dimanfaatkan kembali oleh Jepang untuk memanipulasi situasi maka Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Yogyakarta yang diketuai oleh Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo segera menyegel kantor Harian Sinar Matahari. Samawi yang merupakan salah satu pejuang pers dari bekas harian Sedyatama dan Sinar Matahari Juga ikut bekerja dalam menyiasati penyegelan kantor Harian Sinar Matahari.
Untuk beberapa saat selama penyegelan Harian Sinar Matahari masyarakat Yogyakarta tidak mendapatkan berita tertulis yang memadai mengenai kondisi Republik Indonesia. Dengan tekad yang bulat, Samawi bersama teman-teman jurnalis lainnya seperti Soemantoro, Bramono dan Moeljono bertekad akan segera menerbitkan surat kabar sendiri sebagai pengganti surat kabar Sinar Matahari. Setelah penyegelan Harlan Sinar Matahari berhasil dibuka dan semua bahan berita telah lengkap, pada tanggal 26 September 1945, dua orang wartawan yaitu Samawi dan Soemantoro menemui Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Yogyakarta , Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo untuk berdiskusi terkait penamaan Surat kabar yang akan diterbitkan. Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo memberikan nama yang dinilai sangat pas dan selaras dengan aspirasi perjuangan waktu itu yaitu Kedaulatan Rakyat. Menurut penuturan Mr. Kadarisman Porwokoesoemo, istilah Kedaulatan Rakyat atau Folk-Souverenteit sedang menjadi slogan rakyat yang ingin bebas dari penjajahan. Istilah Kedaulatan Rakyat juga tercantum pada akhir kalimat alinea IV Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Setelah semuanya setuju, maka pada hari Kamis Tanggal 27 September 1945, tepat 40 hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, lahirlah Harian Kedaulatan Rakyat di tengah kancah revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Terbitan pertama harian Kedaulatan Rakyat ini dicetak dengan menggunakan sisa kertas Harian Sinar Matahari. Edisi Koran perdana pada tahun pertama ini memuat berita utama mengenai "Kekoeasaan Pemerintah Daerah Djogdjakarta" dengan sub judul "seloeroehnja di Tangan Bangsa Indonesia", sedangkan penyerta berita kepalanya berjudul "Indonesia Merdeka adalah tjiptaan Bangsa Indonesia sendiri". Nama Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat Tersebut kemudian lebih populer dengan inisial KR (dibaca Ka-Er). Harian Kedaulatan Rakyat dapat dikatakan sebagai harian pertama dan tertua yang lahir setelah Kemerdekaan Indonesia.
Pada awalnya kantor redaksi Harian Kedaulatan Rakyat menempati bekas kantor Harian Sinar Matahari yang terletak di JI. Malioboro No. 22 yaitu di sebelah utara Gedung DPRD DIY. Dengan terbitnya Harian Kedaulatan Rakyat, mulai saat itu pula penduduk kota Yogyakarta dan sekitarnya dapat menikmati Harian Kedaulatan Rakyat yang terbit pada pagi hari, sebab selama zaman pendudukan Jepang semua surat kabar di pulau Jawa seperti Asia Raya (Jakarta), Cahaya (Bandung) ) terbit pada sore hari. Pada periode 1945 -1949 pers Indonesia berperan membantu pemerintahan Indonesia dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Harian Kedaulatan Rakyat yang lahir setelah maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Pakualam VIII yang menyatakan bahwa daerah kekuasaannya menjadi bagian Republik Indonesia pada tanggal 5 September 1945 dan sebelum adanya maklumat berdirinya partai-partai di Indonesia pada tanggal 3 November 1945, menyiratkan bahwa harian Kedaulatan Rakyat adalah independen bukan milik partai tertentu, atau kekuatan, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi social politik tertentu.
Pada perjalanannya Harian Kedaulataan Rakyat mengalami pasang surut dalam hal pengelolaan maupun adanya tekanan politik, namun demikian KR tidak pernah mengubah haluannya dan tetap menjadi harian yang bersifat independen dan tidak mau dijadikan sebagai ajang politik oleh siapapun dan kelompok manapun meskipun Harian Kedaulatan Rakyat selalu memuat berita-berita politik. Dalam hal ini Mr. Soedarisman Poerwokoesoemo selalu menekankan dan berharap bahwa Harian Kedaulatan Rakyat harus betul-betul dapat mencerminkan kedaulatan seluruh rakyat dan sebagai surat kabar yang dapat mempengaruhi keberadaan umum dan diharapkan menjadi pimpinan dalam menyalurkan kehendak.Kiprah KR pernah mengendur saat sang pemimpin redaksi Soemantoro didakwa terlibat dalam peristiwa 3 Juli 1947 bersama tokoh-tokoh progresif. Sepeninggal Soemantoro kondisi internal KR diperparah dengan keluarnya beberapa tokoh utama seperti Bramono yang mundur tale menerbitkan Koran baru bernama Surjo Tjondro, dan beberapa lainnya pindah ke surat kabar lain. Samawi yang masih bertahan diHarian Kedaulatan Rakyat tidak ingin Koran yang didirikannya dengan susah payah itu mati begitu saja. Namun is merasa kesulitan jika harus mempertahankan KR sendirian setelah ditinggal sejumlah tokoh sentralnya. Terbersit untuk mengajak bergabung salah seorang koleganya, jurnalis senior, bernama Madikin Wonohito yang dulu pernah membantu Samawi saat menghidupkan Sinar Matahari menjadi Kedaulatan Rakyat.Madikin Wonohito menerima ajakan Samawi untuk ikut menguatkan Kedaulatan Rakyat.Harian KR pun berhasil bangkit dari keterpurukan. Koran ini bahkan semakin kuat berkat dukungan moral dan material dari pemimpin kultural di Yogyakarta yaitu Pakualam VIII. Datum perjalanannya, Kedaulatan Rakyat pernah berganti nama menjadi Dwikora pada tahun 1966, namun nama ini hanya dipakai selama 59 edisi. Setelah itu pemerintah kern bali mengijinkan Harian yang berpusat di Yogyakarta ini kembali memakai nama Kedaulatan Rakyat.
Kantor Harian Kedaulatan Rakyat pada awalnya menempati bangunan bekas kantor Harlan Sinar Matahari dan Sedyatomo di jalan Maloboro 22, kemudian pada sekitar tahun 1950 berpindah menempati bangunan di jalan P. Mangkubumi /jalan Margo Utomo sampai sekarang ini. Bangunan Kantor Harlan Kedaulatan Rakyat beralamat di Jalan Margo Utomo No. 38 dan 40 atau sebelumnya bernama JI. Pangeran Mangkubumi no 40, Kelurahan Gowongan, Kemantren Jetis, Kota Yogyakarta.Bangunan kantor Kedaulatan Rakyat memiliki luas 805 meter persegi yang berdiri di atas lahan tanah seluas 3.360 meter persegi dan dikelola oleh PT Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat. Di sebelah utara bangunan kantor Kedaulatan Rakyat berbatasan dengan hotel Arjuna, di sebelah timur berbatasan dengan pemukiman penduduk, di sebelah selatan berbatasaan dengan toko buku Champion, di sebelah barat berbatasaan dengan JI. P Mangkubumi/JI. Margo Utomo.
Promosi, dan bangunan lainnya yang diperkirakan merupakan bangunan baru sebagai bagian dari fasilitas percetakan. Bangunan kantor Kedaulatan Rakyat merupakan bangunan bergaya arsitektur indis awal dengan ciri arsitektur Eropa yang sangat kental. Arsitektur Mdis adalah arsitektur moderen yang diperkenalkan di Hindia Belanda pada sekitar akhir abad ke 19 sampai abad ke 20 sebelum Perang Dunia ke II. Ciri arsitektur Indis pada bangunan Kedaulatan Rakyat Dapat Dilihat dari percampuran arsitektur tradisional yakni penggunaan atap dengan bentuk limasan, penggunaan pintu dan jendela krepyak, langit-langit yang tinggi dengan ternit terbuat dari tatanan papan kayu yang merupakan bentuk adaptasi dari iklim tropis Nusantara.Tata letak ruang juga mencirikan bentuk asimilasi dengan tata ruang pada rumah tradisional Jawa, yakni ndalem dengan gandhok di sisi kanan dan kiri. Sedangkan unsur arsitektur Eropa da pat dilihat dari penggunaan tiang (kolom) yang terbuat dari besi cor, dinding bangunan yang terbuat dari bata berplester, dan ornamen pada dinding yang terpengaruh art deco.
Selain itu pemakaian ubin bermotif pada lantai bangunan merupakan ciri bangunan lndis yang popular pada awal abad 20 Masehi.
Dalam buku Djokja en Solo Beeld van de Vorstendenkarya M.P. van Bruggen terdapat peta Yogyakarta Pada tahun 1925. Di dalam peta tersebut tampak Autohandel Centrum atau Toko Mobil dan Assesoris Centrum. Setelah Indonesia merdeka bangunan Autohandel Centrum ini digunakan sebagai kantor Sosial Republik Indonesia, dan sejak tahun 1950 digunakan sebagai kantor PT BP Kedaulatan Rakyat atas persetujuan Sultan Hamengku Buwono IX sampai sekarang. Bangunan tersebut saat ini digunakan sebagai kantor Direksi. Adapun bangunan di sebelah utaranya yang saat ini digunakan sebagai kantor periklanan KR dahulu merupakan bangunan bekas produksi sabun, sedangkan bangunan yang saat ini diigunakan untuk kantor redaksi dan staf redaksi dahulu merupakan kantor Dinas Agraria.
Bangunan Kantor Kedaulatan Rakyat Telah ditetapkan sebagai Bangunan Cagar Budaya berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 214/M/2017 tanggal 3 Agustus 2017. Bangunan kantorKedaulotonRokyot yang termasuk ke delete bangunan Cagar Budaya terdiri dari bangunan I (Gedung Can), Bangunan II (kantor Direksi), Bangunan III (kantor Redaksi dan staf Redaksi), dan Bangunan IVA (Ruang Promosi). Bangunan kantor Harian Kedaulatan Rakyat merupakan salah satu bangunan yang berada di kawasan Sumbu Filosofis antara monument Tugu dan Keraton Ngayogyakarta, serta Panggung Krapyak . Sumbu Filosofi merupakan saujana budaya yang telah ditetapkan di claim Peraturan Daerah Provinsi DIY Nomor 6 tahun 2012 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya. Selain itu ruas jalan sepanjang sumbu filosofis juga sudah ditetapkan sebagai struktur cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DIY nomor 108 Tahun 2017. Oleh karena itu Bangunan kantor Kedaulatan Rakyat mempunyai nilai penting yang hams dilestarikan keberadaannya dan juga menjadi salah satu penanda bangunann Cagar Budaya di kawasan Sumbu Filosofi.