Dikenal sebagai wartawan Tempo untuk bidang seni dan budaya. Seno terlahir di Malang, 18 Februari 1970. Menjalani masa kecil dan pendidikannya di kota Malang.
Menjalani kuliah bidang Filsafat di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada tahun 90-an sampai tamat. Dan sempat mendalami filsafat lebih lanjut di Sekolah Tinggi Filsafat Drijarkara, Jakarta. Karya skripsinya diterbitkan dalam buku dengan judul Tubuh yang rasis: Telaah Kritis Michel Foucault atas dasar Pembentukan diri kelas Menengah di Eropa (2002).
Seno telah menekuni bidang penulisan sejak masa muda dengan karya-karya puisi dan esay. Selain sebagai jurnalis, Seno juga menekuni dan melibati bidang Beni budaya. Selain berita rutin yang ditulis di media, Seno juga menerbitkan beberapa buku dan novel. Bebera pa buku yang dihasilkannya antara lain, Titik Mayad WS, Ibu Para aktor, dan Kasim Ahmad, Pendidik dan Birokrasi Seni, dan Pergulatan teater Timur dan Barat. Buku-buku tersebut terkait dengan bidang pendidikan yang dilibatinya yakni sebagai pengajar teater pada Institut Kesenian Jakarta (IKJ). Di samping itu, buku tersebut sekaligus memperkenalkan tokoh yang tidak popular di tengah masyarakat tetapi memiliki peranan penting dalam membangun bidang kebudayaan di Indonesia. Kasim Ahmad termasuk penerima Satya Lencana Kebudayaan dari pemerintah RI pada 2016 untuk bidang teater.
Beberapa novel yang telah ditulisnya Tak Ada Santo dari Sirkus (2010) dan Kuil di Dasar Laut(20..)
Seno juga mengerjakan penulisan naskah dan menyutradarai karya film. 2006, karya filmnya Gerimis Kenangan dart Sahabat terlupakan. Berkisah tentang para Indonesianis tua asal Moskow dan St Petersburg. Film tersebut memperoleh penghargaan piala Citra sebagai film dokumenter dalam FFI 2006. 2022, Seno kembali mengerjakan penulisan dan menyutradarai sebuah film tad berjudul Mahendraparvata. Sebuah karya kerja sama antara Indonesia dan Kamboja dengan latar belakang hasil riset studi bidang arkeologi yang melacak akar budaya pertemuan antara Jawa Kuno dan akar Kamboja.
Sejak 2012, bersama dengan sejumlah teman -Yoke Darmawan,Wicaksana Adi, Dorothea Rosa Herliani, dan Imam Mutharam- yang tergabung dalam Yayasan Samana, Seno Joko Suyono terlibat dalam acara tahunan Borobudur Writer Cultural Festival (BWCF). Sebuah kegiatan budaya yang banyak diselenggarakan di sekitar wilayah Magelang dan Yogyakarta, BWCF memberikan kesempatan bertemunya para akademisi berbagai bidang sejarah, antropologi, arkeologi, sastra dan beberapa ilmu lain yang banyak melakukan penelitian dengan para penulis yang banyak berkarya dengan tulisan yang mendasarkan pada hasil riset para akademisi tersebut. Selain itu BWCF juga menjadi ruang ekspresi bagi para seniman untuk menggelar karya terkait puisi dan bidang seni pertunjukan.
Dalam beberapa tahun terakhir BWCF juga menggelar meditasi bulan purnama untuk memberi warna spiritual di dalamnya. Sejak awal BWCF memberikan penghargaan berupa Sang Hyang Kamahayanikan Award untuk para akademisi atau seniman yang berkarya dan menekuni dalam bidang-bidang langka. Nama Sang Hyang Kamahayanikan diambil dari sebuah naskah sastra Jawa Kuno dari abad X. Sebuah penamaan yang memang mengacu pada akar budaya kuno yang ada di dalam tradisi Nusantara.
Demikian lah, keterlibatan Seno Joko Suyono yang pada satu sisi bersandar pada profesi seorang jurnalis, namun penguasaan pengetahuan dan Hasrat hidupnya untuk melibati dan menghidupi bidang ilmu yang mendasari kebudayaan Nusantara, telah menggerakkannya di berbagai bidang keterlibatan. Dari ilmu yang ditimba dari bangku perguruan tinggi di Yogyakarta, Kehadiran dan ketokohannya dirasakan berbagai pihak di Indonesia.***