Broto Wijayanto (Muh. Arif Wijayanto, S.Sn)

Tidak banyak seniman yang bersedia terlibat mengasuh anak-anak difabel, Broto Wijayanto adalah sedikit dari seniman itu. Lelaki kelahiran Demak, 11 Februari 1976 itu mengawali keterlibatannya dengan kaum difabel tuli pada tahun 2004 ketika diminta menyutradarai sebuah pertunjukan Letter to God yang berkolaborasi dengan dengan artis tuli dari Jepang Mariko Takamura. Ajakan dari komunitas MATAHARIKU Social Voluntary itu disanggupinya, para penderita tunarungu itu ingin merasakan bagaimana berada di atas panggung. Peristiwa itu terjadi tanggal 28 Desember 2004 yang kemudian diabadikan sebagai hari lahirnya komunitas inklusi Deaf Art Community. 

Deaf Art Community (DAC) beranggotakan anak-anak bisu tuli yang awalnya fokus pada pengembangan kemampuan diri serta memfasilitasi tunarungu-wicara dalam dunia seni pertunjukan. Hasil dari pengembangan kemampuan tersebut adalah pantomim, sulap, dance freestyle hip hop, beladiri kapuera, dan bermain perkusi jimbe. Broto Wijayanto mengawali kelompok itu dibantu relawan-relawan dari mahasiswi Psikologi UGM dan ISI Yogyakarta.Awalnya beranggotakan 40-an orang yang terdiri dari volunter dari mahasiswa/mahasiswi Psikologi UGM dan ISI Yogyakarta serta para bisu-tuli yang berasal dari Yogyakarta. Seniman Teater lulusan ISI itu dengan gigih mendampingi mereka seperti seorang bapak bagi anak-anaknya. Broto Wijayanto menemukan kerinduan di wajah anak-anak itu, kerinduan akan dunia anak-anak yang nyaris hilang, kerinduan akan dunia imajinasi yang tidak sepenuhnya bisa terpenuhi. DAC lebih mirip sebuah keluarga besar yang saling membantu dan mengisi kekurangan yang ada. Broto yang juga mengajar di kelas teater Art For Children - Taman Budaya Yogyakarta, sering mengajak anak-anak tunarungu dampingannya untuk ikut terlibat. Keprigelannya mengajar didapat melalui pengalaman sekian lama mengajar di SMKI jurusan teater sebagai guru tidak tetap. Ketahanan Broto di dunia panggung memang tidak diragukan, tetapi mengasuh anak-anak difabel tentu saja butuh kepiawaian tersendiri. Kesabaran adalah kuncinya. la juga harus belajar bahasa isyarat, bahkan membuka kelas bahasa isyarat secara gratis. 

Banyak repertoar yang sudah dipentaskan di berbagai kota seperti Semarang, Surabaya, Makasar, Bali. Bahkan sampai diundang ke Swiss. Seni teater benar-benar menjadi wahana therapi bagi anak-anak bisu-tuli untuk membangkitkan kembali rasa percaya diri mereka. Melalui penelitian bersama mahasiswa Psikologi UGM, Broto berhasil membuat metode pantomime sebagai sarana pembelajaran ekspresi emosi bagi anak-anak tunarungu-wicara. Sejak 2016 is terlibat sebagai tim kreatif Terapi Seni MOEKTI, salah satu program dinas Kebudayaan DIY di SLB-SLB se DIY. 

Selain mengasuh anak-anak DAC, Broto Juga terlibat dalam karya-karya Art Theraphy seperti Shoes for Alissa (2004) sebuah pentas amal untuk anak-anak penderita kanker darah, Timun Mas (2006-2007) pertunjukan yang dimainkan bersama anak-anak korban gempa di desa Bakulan, Trirenggo Bantul. Tahun 2005 sempat terlibat membuat film pendidikan The inquisitiveness bersama mahasiswa Psikologi UGM. 

Sejak tahun 2007 Broto terlibat dengan Teater Gandrik dalam banyak pertunjukannya al: Dewan Perwakilan Rayap (2007) Sidang Susila (2008) Keluarga Tot (2009) Panda! (2010) Gundala Gawat (2013) Hakim Sarmin (2017) sampai Pensiunan (2017). Broto Juga ikut membantu pertunjukan Wayang Bocor dan sempat pentas keliling USA: New York, North Caroline, Los Angeles (2017) 

Perjalanan Broto mendampingi anak-anak tunarungu dan wicara, membangkitkan kepercayaan diri para anggota seniornya yang kemudian mendirikan organisasi secara mandiri, tahun 2017 DAC dibubarkan dan digantikan organisasi yang diinisiasi oleh para difabel sendiri, organisasi/kelompok kesenian inklusi bernama Ba(WA)yang yang diambil dari kata Bayang Wayang. Kelompok Ba(WA ) yang mengembangkan seni bermain wayang hasil kreasi sendiri, sering kali pertunjukkan dipadu padan dengan pantomim dan kemampuan yang dimiliki lainnya. Tahun 2016, Broto Wijayanto mendapat penghargaan CNN Indonesia atas pengabdiannya pada komunitas tunarungu-wicara di Yogyakarta. 

Selama pandemi kegiatan banyak berkurang, mengikuti beberapa program fasilitasi pertunjukan daring dari Dinas Kebudayaan, yang terbatas bisa diikuti dalam pertemuan-pertemuan virtual. 

Ba(WA) berpusat di KASULI (Kafe Susu Tuli) Jl. Langenarjan Lor 16A Panembahan, Kraton Yogyakarta - Indonesia. 

 

Karya-karya bersama Deaf Art Community: 

Pentas pantomim kolaborasi dengan artis Tuli Jepang - Mariko Takamura, di Auditorium PPPG Kesenian Yogyakarta, 28 Desember 2004 

Performance Capoeira KARNAVAL SCTV 2005 Alun-alun lor Yogyakarta,14-17Juli 2005 

Deaf Performance Art Launching "Kamar Seni" on Entang Wiharsa Art Galery di Entang Wiharso Galery Kalasan, Sleman,Yogyakarta, 28 Juli 2005. 

Pentas Pantomime &Capoeira di INAGURASI UPN 2005 , 2005 

 

Pertunjukkan Sulap
Pertunjukkan Sulap
Pantomim
Pantomim
Broto
Broto