Bangunan Pendhapa Eks Kantor Kalurahan Pertama Karangtengah, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul

Bangunan Pendhapa eks Kantor Kalurahan Karangtengah merupakan bagian utama dari eks Kantor Kalurahan Pertama Karang Tengah, Kapanewon Imogiri, Kabupaten Bantul yang masih utuh sampai saat ini. Adapun bangunan eks Kantor Kalurahan Pertama Karangtengah lainnya telah roboh pada saat terjadi gempa tanggal 27 Mei 2006, kemudian dibangun kembali dengan bentuk yang berbeda dengan aslinya. 

Bangunan Rumah Tradisional Jawa eks Kantor Kalurahan Pertama Karangtengah semula berupa rumah tinggal yang dibangun oleh R. Mangun Sugijono pada tahun 1920. Pada bulan Desember 1925, R. Mangun Sugijono diangkat sebagai Carik Punggawa Desa Kalurahan Karangtengah, Distrik Imogiri, Kabupaten Bantul, berdasarkan Pikukuh Angka 28 Panewu Pangrehpraja Imogiri-Surakarta Raden Ngabehi Mangun Kintaka, dengan mengingat perintah Tuan Kontrolir di Yogyakarta tanggal 28 Desember 1923, yang sudah disepakati bersama dengan Bupati Bantul, serta mengingat dhawuh Dalem Bandara Kanjeng Raden) Adipati Jayanagara pada tanggal 24 Maret 1925. Dengan demikian R. Mangun Sugijono telah menjabat sebagai Carik Desa mulai tanggal 28 Desember 1923, dengan kantor Kalurahan di rumah beliau Karangtengah, dengan menggunakan gandhok kiwa bagian depan sebagai kantor, dan pendhapa sebagai ruang pertemuan. 

Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda pada akhir tahun 1948, rumah tersebut pernah menjadi markas gerilya Tentara Nasional Indonesia, dan pernah disinggahi Letnan Komarudin, komandan peleton di SWK 101 Brigade X pimpinan Mayor Sardono (anak buah Letnan Kolonel Soeharto). 

Pada tahun 1968 -1970, pada saat terjadi kekosongan jabatan Lurah dengan wafatnya Lurah Desa Karang Tengah R. Padmosumitra, R. Mangun Sugijono diangkat sebagai Pejabat Lurah merangkap Jabatan sebagai Carik Desa. 

Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 5 tahun 1979, pada awal tahun 1996 dilakukan pemilihan Lurah/Kepala Desa Karangtengah, dan terpilih M. Djinu Sugijono (putera R. Mangun Sugijono) sebagai Lurah/ Kepala Desa. M. Djinu Sugijono pada tahun awal tahun 1970 pernah menjabat sebagai Kabag Sosial Kalurahan/Desa Karangtengah. Sampai saat ini M. Djinu Sugijono menempati sekaligus sebagai pemilik Bangunan Rumah Tradisional eks Kantor Kalurahan Pertama Karang Tengahtersebut. 

Bangunan Pendhapa eks Kalurahan Pertama Karangtengah yang tetap kokoh berdiri pada saat peristiwa gempa bumi tanggal 27 Mei 2006, berbentuk Joglo Lawakan (bagian atap terdiri dari Brunjung dan Penanggap). Saka guru berjumlah empat batang berdiri di atas umpak batu andesit berbentuk limas/piramida terpancung, serta menyangga pamidhangan, terdiri dari dua blandar pamanjang dan dua blandar panyelak (blandar pengeret). Di bawah pamidhangan dilengkapi dengan dua sunduk pamanjang dan dua sunduk panyelak (sunduk kili). Tepat di tengah-tengah bentang antara dua blandar pamanjang dengan sunduk pamanjang, serta di tengah-tengah bentang dua blandar panyelak (blandar pengeret) dengan sunduk panyelak (sunduk kill) dipasang sesanten untuk menambah kekakuan hubungan antara pamidhangan dengan sunduk, sehingga jumlah sesanten empat buah. Ditengah-tengah bentang dua blandar pamanjang dihubungkan dengan dhadha paesi (dhadha pesi / dhadha peksi) berupa balok yang diukir. Ditengah-tengah dhadha paesi ini biasanya diberi gantungan lampu. 

 

Bagian dalam bangunan pendhapa Kantor Kalurahan pertama Karangtengah 

Di atas pamidhangan sisi War dan sisi dalam serta di atas dhadha paesi dilengkapi dengan balok bersusun ke atas sehingga membentuk piramida terbalik. Rongga yang terbentuk antara pamidhangan dan dhadha paesi ,dan blandarsingup ke arah atas dinamakan uleng. 

Bagian teratas uleng ini biasanya ditutup dengan plafond dari papan. Susunan balok di sisi luar pamidhangan dinamakan blandar lar-laran, sedang susunan balok di sisi dalam dan di atas dhadha paesi disebut blandar singup. Kelebihan panjang ujung-ujung blandar lar-laran pamanjang dan blandar lar-laran panyelak yang sating dicathokkan dinamakan gimbal. Gimbal antara blandar lar-laran teratas dan blandar lar-laran di bawahnya dikunci dengan pritgantil berornamen buah keben,sehingga sering disebut dengan kebenan. Adapun rangkaian balok pamanjang dan panyelak yang teratas sebagai tumpuan ujung usuk brunjung, pangkal usuk penanggap, ujung dudur brunjung, serta pangkal dudur penanggap, tidak mempunyai gimbal dan bukan dinamakan blandar lar-laran, melainkan bernama takir brunjung. Ujung-ujung takir brunjung sating bertemu dengan menggunakan sistem sambungan verstek 45°. 

 

Dhadha paesi, uleng, dan plafon Atap penanggap bagian bawah ditopang Oleh blandar penanggap yang disangga oleh 12 saka penanggap. Antar saka penanggap ini dihubungkan dengan dinding papan yang dinamakan gebyog. Pada dinding gebyog sisi selatan terdapat pintu kayu berdaun dua, dan di kanan - kiri pintu terdapat jendela kayu berdaun dua, sering disebut dengan sebutan kupu tarung, jendela dilengkapi dengan jeruji (kisi-kisi) berbahan kayu berjumlah delapan dengan posisi vertikal. Pada dinding sebelah timur terdapat sebuah pintu kayu berdaun dua, berfungsi sebagai pintu butulan yang menghubungkan pendhapa dengan gandhok kiwa. Pada dindinggebyogsisi baratterdapatdua buah jendela kayu berdaun dua,dengan jeruji (kisi-kisi) berjumlah delapan. Kedua daun jendela kayu ini dipisahkan dengan kayu setebal 6 cm di pasang di tengah-tengah lebar kosen jendela. Pada dinding gebyog sisi utara terdapat kosen pintu yang diberi ukiran motif lung-lungan pada sisi atas dan kiri-kanan. Kosen pintu berukir ini pada awalnya sebagai kosen pintu senthong tengah dalem ageng, kemudian dipindah ke dinding pendhapa sisi utara untuk menghubungkan pendhapa dengan pringgitan. 

 

Seluruh kerangka atap menggunakan kayu jati, usuk brunjung dan usuk penanggap menggunakan sistim ri gereh. Bahan penutup atap semula menggunakan genteng kripik dari tanah fiat, kemudian pada tahun 1994 diganti dengan genteng press tanah fiat. Bubungan (wuwung) juga diganti dengan krepus tanah Hat. Pada tengah-tengah bubungan molo diberi ornamen berbentuk grudha berbahan tanah Hat, begitu pula ujung bawah bubungan jurai diberi ornamen bongkak. 

 

Di depan pendhapa terdapat bangunan topengan (istilah setempat menyebut kuncungan) berbentuk kampung jompongan, berdenah empat persegi panjang, dengan panjang sama dengan panjang atap penanggap pendhapa sisi bawah. Dua buah tutu p keyong berbentuk segitiga di sisi barat dan timur. Untuk menghindari tampias air hujan, topengan/kuncungan ditambah cukit lebar 1 meter di sisi barat, selatan/depan, dan timur, dengan posisi merenggag di bawah cucuran atap teratas, dan disangga oleh konsol kayu berbentuk segitiga yang dinamakan kerbil. Masing-masing kerbil menempel pada tiang topengan. Tiang topengan (kuncungan) sendiri berjumlah delapan, empat tiang di muka dan empat tiang lainnya di belakang sekaligus sebagai tiang penanggap pendhapa sisi depan. Bahan penutup atap kuncungan sama dengan bahan penutup atap pendhapa, yang semula menggunakan genteng kripik kemudian diganti dengan genteng pres. Topengan ini sendiri semi terbuka, artinya dinding bagian bawah berupa pasangan bata berplester setinggi 40 cm, dan di atasnya jeruji (kisi-kisi) kayu setinggi 110 cm.' 

 

Dhadha paesi, Uleng dan Plafon
Dhadha paesi, Uleng dan Plafon
Bagian dalam Bangunan Pendhapa eks Kantor Kalurahan Karangtengah
Bagian dalam Bangunan Pendhapa eks Kantor Kalurahan Karangtengah
Bangunan Pendhapa eks Kantor Kalurahan Karangtengah
Bangunan Pendhapa eks Kantor Kalurahan Karangtengah