Bangunan Indis SMP BOPKRI II Yogyakarta

Sejarah singkat 

Sejarah perkembangan pendidikan modern di Indonesia tidak terlepas dari Politik Etis yang diterapkan Belanda, dengan Trilogi Van Deventer yaitu pendidikan, transmigrasi dan pengairan. Dengan Trilogi Van Deventer inilah pemerintah Belanda dituntut memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia yang telah memberi kekayaan kepada negeri Belanda. Dalam bidang pendidikan, pemerintah Belanda menjalankan "politik pemisahan"(segregation), yaitu politik diskriminasi ras menjadi tiga golongan : Belanda,Timur Asing (Cina),dan Pribumi. Pada saat yang bersamaan terjadi penyebaran agama Kristen melalu penyelenggaraan sekolah Kristen di Indonesia. Usaha tersebut pertama kali dilakukan oleh Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) sebagai sarana mengimbangi pengaruh Katolik di wilayah Indonesia pada waktu itu. Zaman pemerintahan Belanda penyelenggaraan sekolah Kristen dilakukan oleh misi Zending sebagai salah satu sarana kegiatan mereka menyebarkan agama Kristen di seluruh wilayah Indonesia. Pada masa itu di Yogyakarta terdapat dua lembaga yang mengusahakan pendidikan Kristen bagi warga masyarakat, yaitu Zending Gereeformerde Kerken (ZGK) dan Vereeniging Scholen met den Bijbel. Zending Gereeformerde Kerken (ZGK) mendirikan sekolah-sekolah Zending, sedangkan Vereeniging Scholen met den Bijbel menyelenggarakan sekolah-sekolah dengan pengantar bahasa Belanda, yaitu: HJS (Hollandsch Javaansche School), ELS (Europesche Lagere School), HCS (Hollandsch Chineesche School) dan MCS (Malaische Chineesche School). Pada masa perang kemerdekaan umat Kristen di Indonesia tidak mau ketinggalan dalam mengisi kemerdekaan. Hal ini ditunjukkan dengan didirikannya Partai Kristen Indonesia (Partindo) pada tanggal 10 November 1945. Dalam kongresnya yang pertama di Surakarta diputuskan untuk mendirikan lembaga pendidikan dengan nama Badan Oesaha Pendidikan Kristen Indonesia (BOPKRI). Yayasan BOPKRI di Yogyakarta didirikan pada 18 Desember 1945. Yayasan ini bertujuan memajukan pendidikan masyarakat Kristen khususnya di wilayahYogyakarta. 

Kondisi Bangunan Gedung SMP BOPKRI II Yogyakarta Bangunan Gedung SMP BOPKRI II dibangun pada masa pemerintahan Belanda tahun 1913. Sejak berdiri bangunan tersebut digunakan untuk Hollandsch-Javaansche School (HJS). Sekolah ini khusus diperuntukkan bagi anak-anak pribumi Jawa dengan bahasa pengantar bahasa Belanda. Bangunan Gedung SMP BOPKRI II memiliki denah berbentuk persegi panjang menghadap ke utara. Bangunan yang terletak di bantaran sungai Code ini memiliki dua lantai. Lantai satu terdiri dari delapan ruang kelas, ruang Kepala Sekolah dan ruang Tata Usaha. Pada lantai dua terdiri dari sembilan ruang kelas. Karena terletak di bantaran sungai, bangunan lantai satu posisinya berada kurang lebih 3 meter di bawah permukaan jalan raya . Pintu dan jendela bangunan Gedung SMP BOPKRI II berukuran tinggi dan lebar dengan dua daun pintu/ jendela yang dicat warna hijau. Atap berbentuk limasan dengan material penutup atap berupa genteng. Secara keseluruhan bentuk atap ini terkesan rendah karena pada sisi utara diperpanjang sekaligus sebagai atap teras yang memanjang dari barat ke timur. Saat ini beberapa genteng lama telah diganti dengan genteng baru. 

Ruang-ruang kelas yang berukuran kurang lebih 8 x 10 meter terkesan cukup lapang karena memiliki plafond yang tinggi dan ini dipertahankan hingga saat ini. Dinding yang dicat dengan warna putih menambah kesan lapang. Saat ini, guna mengakomodasi jumlah murid yang ada maka pada bagian selatan telah dibangun bangunan tambahan untuk menambah jumlah ruang kelas. Gedung SMP BOPKRI II ini menyatu dengan SD dan TK BOPKRI. SMP BOPKRI II menempati area di sebelah timur sedangkan SD dan TK BOPKRI menempati area di sebelah barat. Gedung SMP BOPKRI telah mengalami beberapa perubahan seiring dengan perkembangan kebutuhan. Karena beberapa ruang kelas, misalnya, saat ini telah dipasang alat pendingin ruang (AC), maka bagian atas dari kusen jendela yang dulunya dipasang kawat kasa sebagai sarana ventilasi udara alami saat ini diganti dengan kaca. 

Gedung SD dan TK yang mengalami kerusakan parah pada saat gempa bumi melanda Yogyakarta pada bulan Mei 2006 telah direkonstruksi dengan bentuk menyerupai bangunan lama. Meskipun sebagian besar konstruksi bangunan berubah secara total, namun kusen pintu dan jendela masih mempertahankan yang asli. Selain itu jugs terdapat bangunan aula tanpa dinding yang dijadikan sarana serbaguna (Gambar 5). Aula memiliki struktur kayu yang sangat kokoh dan indah (Gambar 6). Konstruksi kayu yang mendetail disertai dengan kualitas kayu yang sangat bagus maka aula tersebut dapat bertahan dari ganasnya goncangan gempa bumi yang melanda kota Yogyakarta dan sekitarnya pada bulan Mei 2006. Gedung SMP BOPKRI 2 Yogyakarta telah ditetapkan sebagai cagar budaya menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No. PM. 25/ PW. 007/ MKP/ 2007

Bangunan Indis SMP BOPKRI II Yogyakarta
Bangunan Indis SMP BOPKRI II Yogyakarta