Bangunan Warisan Budaya di Jalan Patimura Nomor 15A ini pada awalnya merupakan bagian dari permukiman orang Eropa/ Belanda di Kotabaru dengan konsep Garden City, Gaya arsitektur bangunan yang diterapkan merupakan akulturasi budaya perpaduan antara arsitektur kolonial dengan tradisional yang berada pada Kawasan Cagar Budaya Kotabaru yang semula bernama Nieuwe Wijk adalah kawasan permukiman yang dikembangkan mulai tahun 1917 Oleh arsitek Belanda dan diperuntukkan terutama bagi masyarakat swasta Eropa di Yogyakarta. Dikembangkan setelah Lempuyangan, Tugu, Loji, Ngabean, Kidul Benteng, Gondomanan, Utara Kraton, Bintaran, Pakualaman dan Jetis, Kawasan Kotabaru adalah lingkungan permukiman Eropa yang paling besar dan paling terencana dengan sarana dan prasarana lengkap. memiliki batas yang berupa jalur (path) yakni Jl. Sudirman, Jl. Wahidin, rel kereta api dan Sungai Code dan pusat yang berupa simpul (node) yakni ruang terbuka Stadion Kridosono dengan jalur-jalur radial yang menghubungkannya dengan seluruh kawasan serta boulevard yang membujur utara - selatan.
Bangunan Warisan Budaya di Jalan. Patimura Nomor 15A Kelurahan Kotabaru, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta merupakan bangunan rumah tinggal milik keluarga Andrio Sehendro. Bangunan tersebut berdasarkan peta Kota Yogyakarta tahun 1925, diketahui bahwa bangunan tersebut telah berdiri sejak tahun 1925 yang awalnya merupakan permukiman untuk orang Belanda di Yogyakarta, bangunan warisan budaya ini menggunakan gaya arsitektur Indis.
Bangunan utama sebagai Warisan Budaya memiliki bentuk atap tajug kombinasi pelana dengan kemiringan sekitar 35-40 derajat; penutup atap menggunakan bahan genteng keramik glasir;; lisplang bangunan menggunakan kayu; pintu menggunakan rangka kayu dan panil kayu; jendela menggunakan rangka kayu dan panil kaca; serta ventilasi menggunakan jendela atas (boven/bovenlicht) dengan kusen kayu dan panil kaca mati, lantai bangunan menggunakan bahan tegel warna polos dan bermotif ukuran 20 cm x 20 cm. Pada fasad bangunan ini, tepatnya di atas pintu masuk, terdapat satu rooster berbentuk bulat yang di bawahnya terdapat tulisan berbahasa Belanda “HUIZE DJOGOKERTEN”. Ornamen dinding luar bangunan berupa pelisir/lekukan penebalan plester pada bawah jendela. Pada bangunan utama sisi barat telah dirubah dengan bangunan baru satu lantai yang menempel pada bangunan aslinya menggunakan atap pelana dengan bahan penutup atap terbuat dari genteng keramik berglasur yang difungsikan sebagai garasi kendaraan.
Pada halaman belakang bangunan utama telah dilakukan adaptasi dengan mendirikan bangunan baru satu lantai dan dua lantai oleh pemilik sekarang sesuai dengan prosedur pelestarian cagar budaya setelah diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan (adaptasi) oleh Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta tahun 2020 berdasarkan rekomendasi dari Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta (DP2WB DIY) sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 1 tahun 2017 tentang Arsitektur Bangunan Baru Berciri Khas DIY. Bangunan baru berlantai dua menggunakan gaya arsitektur indis beratap limasan dengan bentuk harmonis, serasi dan selaras dengan bangunan warisan budaya, penutup atap menggunakan genteng keramik berglazur, sedangkan bangunan satu lantai menggunakan atap tajug dengan penutup atap genteng keramik berglasur,. Lantai menggunakan bahan granit, Pintu dan jendela menggunakan bahan kayu dengan daun jendela menggunakan rangka kayu, dan panil kaca. Antara bangunan utama dengan bangunan belakang dihubungkan dengan selasar/coridor beratap plat beton yang disangga kolom beton