Bangunan Indis Jalan Supadi Nomor 11 Kotabaru Yogyakarta merupakan Bangunan Cagar Budaya yang telah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 195/KEP/2019, Bangunan Indis milik Notaris M.F. Jenny Setiawati Y, S.H berlokasi pada Kawasan Cagar Budaya Kotabaru, yang telah ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 186/KEP/2011,Bangunan Indis tersebut memiliki gaya arsitektur indis yakni perpaduan gaya eropa dengan gaya arsitektur lokal.
Bangunan Jalan Supadi Nomor ll Kotabaru Yogyakarta memiliki dua bagian bangunan yang terpisah oleh lorong. Bangunan ash' disisi barat dengan atap berbentuk gabungan limasan dan pelana. Bangunan baru di sisi timur dan utara bertingkat dua beratap pelana dengan menggunakan genting keramik dan lisplang menggunakan kayo. Pada dinding luar terdapat ornamen berupa lekukan atau penebalan plesteran. Daun pintu dan jendela menggunakan krepyak dan panil kaca; ventilasi berupa jendela atas (borenlicht) menggunakan panil kaca mati dan rooster di bagian gable.
Bangunan tersebut masih mempertahankan bentuk ash dengan tampilan dominan gaya arsitektur indis. Tingkat keaslian bangunan ditandai dengan penggunaan jendela berukuran besar, ventilasi udara di alas kusen jendela atau pintu (borenlicht), dan penggunaan menara atau jendela kecil di bagian atap sebagai lubang ventilasi (lantern dan dormer) pada)beberapa bangunan, serta penggunaan batu alam pada permukaan dinding dari dasar kaki bangunan sampai batas ambang bawah jendela (rubble write). Selain itu, unsur arsitektur Indis Juga tampak pada keberadaan teras depan, penggunaan teritis loverstek) sebagai atap peneduh di beberapa bangunan, dan keberadaan halaman yang memisahkan bangunan dan jalan, halaman tersebut ditata dengan paving block. Bangunan ash tersebut saat ini masih memiliki fungsi tetap sebagai rumah tinggal dan kantor notaris,sedangkan pada lahan sisi timur dan utara di lakukan adaptasi dengan pembangunan bangunan bertingkat yang difungsikan sebagai kos putri.
Bangunan Indis tersebut rnerupakan salah satu isi dari Kawasan Cagar Budaya Kota Baru sebagai suatu area permukiman untuk penduduk kota yang berasa I dari golongan Eropa-Belanda pada rnasa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda dengan konsep garden city, yang terdiri atas bangunan bergaya arsitektur Indis. Permukiman di lokasi ini dilengkapi fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas keagamaan dan fasilitas ruang terbuka hijau dan boulevard.
Bangunan di Kelurahan Kotabaru merupakan salah satu bagian dari permukiman Kotabaru dengan konsep Ciarden C' fig setelah wilayah Loji Kecil dan Bintaran sudah tidak mencukupi lagi. Bangunan pada umumnya menampilkan gaya Indis yang memadukan gaya arsitektur Eropa dengan Tradisional Jawa. Kota Baru dengan fungsi utama sejak awal yaitu kawasan permukiman, saat ini masih didominasi oleh daerah permukiman. Hunian-hunian yang ada saat ini sangat berkarakter sebagai rumah-rumah indis yang memang pada periode tersebut sedang berkembang pesat. Banyak bangunan hunian yang dibangun dengan menggunakan konsep land huis dengan penekanan pada pavilion dan halaman yang mengitari roma tersebut.
Kantong permukiman di Kota Baru memiliki tata ruang radial konsentris dengan ditandai jalan raya (bulevar) sebagai poros jaringan jalan menuju ruang terbuka. Mataram Boulevard (saat ini bernama Jalan Suroto) yang berpangkal dari suatu lapangan terbuka (saat ini Stadion Kridosono) lurus ke arah utara,jalan ini menjadi pembatas wilayah barat dan timur di kawasan Kota Baru. Penamaan kelompok jalan menggunakan nama gunung (Merapi, Merbabu, Sindoro, Sumbing, Ungaran, Prau, Lawu, dan Telomoyo) terdapat dalam Peta Kota Yogyakarta tahun 1925 skala 1:10.000. Di lokasi ini pada awalnya hanya bangunan-bangunan rumah tinggal yang dilengkapi dengan sarana pendidikan, peribadahan, dan olahraga.
Kawasan Cagar Budaya Kotabaru merupakan tempat bersejarah terkait dengan peristiwa sejarah Pertempuran Kota Baru 6-7 Oktober 1945 berupa insiden kontak senjata antara tentara Jepang dengan pejuang Indonesia sebagai akibat dari gagalnya perundingan pelucutan senjata pasukan tentara Jepang di Yogyakarta. Dalam pertempuran tersebut gugur jumlah pejuang Indonesia yang kemudian diabadikan menjadi nama-nama jalan di kawasan ini yaitu: Mataram Boulevard menjadi JI. Suroto, Soembing Loan menjadi JI. Sabirin, Sindoro Loan menjadi JI. Supadi, Wilis Laan menjadi JI. Sajiono, Hroonprins Loan menjadi Faridan M. Noto, Mewl Loon menjadi JI. Sunaryo, Merboboe Loon menjadi JI. Pattimura, Oengoron Loon menjadi JI. Taruna Ramli, Tjode Weg menjadiJI. Ahmad Jazuli, Jonouiere Boulevard menjadi JI. Abu Bakar An, dan Sport Boulevard- Sport Loon menjadi JI. Yos Suc!arse. Pertempuran ini menandai menyerahnya Jepang di Yogyakarta yang berarti bebasnya Kota Yogyakarta dari tangan balatentara Jepang. Hal ini berarti secara utuh Yogyakarta mulai scat itu mutlak berada dalam kekuasaan Negara Republik Indonesia. Pertempuran ini menjadi peristiwa pertama yang mengawali periode perang kemerdekaan selama beberapa tahun kemudian.."