Bambang Nursinggih

Mantram, lirik bermuatan magis, seakan menjadi warisan budaya berupa ujaran wingit tak tersentuh. Meski maknanya tak mudah dipahami orang kebanyakan, namun getar energinya membawa perbawa. Apalagi dibawakan menggunakan prosesi dengan kostum, panji-panji pusaka, dan peralatan khusus. Mengitar kawasan budaya adat, lokasi upacara tradisi, situs peninggalan, petilasan, dan percandian, bahkan ke dalam ruang privat di perhelatan tradisi temanten atau ruwatan. Ruwat bumi (mapak tunggak) maupun ruwat sukerta (Murwakala). Hal demikian sudah amat sering dan menjadi tradisi pelayanan R Bambang Nursinggih (68), pelestari adat prosesi tradisi Jawa yang digali dan dikembangkannya untuk keperluan masyarakat terkini. Melalui Lembaga Kebudayaan Jawa Sekar Pangawikan (berdiri 2009) lembaga adat yang dibangunnya, penari wayang wong panggung semasa mudanya ini, dalam satu dasa warsa terakhir, bersama tim kreatif dan peraga budaya anggotanya, banyak mendesain prosesi adat kirab dengan gurit mantram. Bahkan diperkuat dengan tembang-tembang, gerakan tari, koreografi sederhana, sastra lisan, busana adat, irama musik, urutan prosesi, dan peralatan khusus upacara. Semua tertampak menyusun komposisi seremoni adat, puja-laku berserta persembahan doa-doa adat. R Bambang Nursinggih lah yang berperan penting dalam menyusun "konstruksi budaya kontekstual" prosesi adat dalam tradisi komunal "perawatan alam lingkungan dan ekologi kawasan peninggalan" melalui prosesi pendoaan. Bahkan, masuk ke dalam ruang keluarga dan personal untuk upacara terkait daur hidup manusia. Utamanya, prosesi pendampingan adat penganten Jawa. Sekar Pangwikan seakan membongkar dan menyuarakan kembali gurit-gurit mantram untuk memperkuat kehadiran sifat sakral, hening, suci, dan khidmat dari upacara adat masyarakat maupun keluarga. Mengenakan sinjang putih, bersalutkan sabuk kain poleng, berselempang kain putih, bertelanjang dada, dengan sabut kombinasi warna kuning dan hitam, di kepalanya berpenutup ikatan udheng putih lilitan garis kuning, terselip pusaka keris di pinggangnya, berjalan tanpa alas kaki, R Bambang Nursinggih berada di posisi paling depan, membawa seguci bunga tabur dan dupa ratus mengepul, di belakangnya dengan pakaian yang sama, belasan anggota tim adat berderet mengikuti gerak laku. Masing-masing membawa uba rampe dan peralatan upacara. Ada payung (songsong), dupa, kembang tabur, tombak dengan landeyan panjang, tameng, panji-panji dan umbul-umbul, serta tidak lupa teks gurit yang dibacakan dan ditembangkan bersama atau bergantian selama prosesi berlangsung. Lantunan gurit mantram dan ritus kirab yang terasa hening dan sakral. Pola prosesi adat pendoaan ini memang sengaja digali dari esensi adat lokal dan dikembangkan menjadi seni pertunjukan prosesi yang enak ditonton tanpa kehilangan makna lantunan doa-doa dan kekuatan magi sebagai prosesi ritual. Prosesi adat kirab ritual merawat kekuatan spiritual alam dan manusia, puja penembah adat, yang digagas, digali, dan dikembangkan R Bambang Nursinggih ini telah melanglang ke berbagai kawasan adat atas permintaan warga masyarakat setempat. Proses adat a la Sekar Pangawikan ini telah merambah wilayah budaya Jawa dan diterima sebagai pembaruan, semacam aktualisasi budaya adat, yang cocok laras kebutuhan masyarakat terkini untuk keperluan pelantunan doa dengan menggunakan instrumen adat. Bahkan, sudah banyak warga masyarakat yang menggelar upacara adat daur hidup yang memadukannya dengan "pertunjukan kirab" prosesi adat ciptaan R Bambang Nursinggih. 

Upacara kirab penganten dan panggih dhaup pengaten adat dengan gaya kirab arak-arakan prosesi ciptaan R Bambang Nursinggih sudah sering dilakukan. Terlabih-lebih upacara adat yang berisi pesan nilai pelestarian alam lingkungan dan sumberdaya alam yang terkait pengelolaan sumber air dan kesuburan tanah, tim prosesi adat pimpinan R Bambang Nursinggih sudah sangat sering diminta bergabung dan memperkuat kehadiran upacara adat. Tidak hanya prosesi dan ritual kirab, upaya yang dilakukan R Bambang Nursinggih juga berpengaruh langsung pada terus hidup dan berkembangnya tradisi lisan dalam bentuk mantram persembahan berwujud lirik-lirik geguritan. Diam-diam menghidupkan fungsi manfaat lirikdalam upacara adattradisi. R Bambang Nursinggih, aktivis budaya sejak usia muda, memiliki kemampuan olah seni yang nyaris lengkap. Laki-laki kelahiran Madiun, 10 Februari 1952 ini, sejak muda sudah banyak terlibat di kegiatan seni budaya. la seorang penari, punya perhatian pada tata budana dan rias panggung, seorang penembang Jawa, mengerti karawitan, seorang penggerak budaya, pustakawan dan penggerak nninat baca masyarakat, penulis sastra Jawa, penulis buku, pelatih seni tulis-menulis, pengarang sastra Jawa, macapatan, dan cerita/dongeng anak. Pensiunan pegawai ISI Yogyakarta ini juga seorang pendongeng dan aktivis gerakan budaya. Hampir semua kegiatan budaya dilibati dengan perasaan suka cita penuh kegembiraan dan kerelaan. Pembawaannya grapyak sumanak, luwes bicara dan penuh senyum. Sisi lain yang membersamai aktivitas budayanya yang padat, R Bambang Nursinggih seorang pelaku budaya yang selalu ringan tangan murah hati membantu sesama seniman dalam proses produksi kesenian. R Bambang Nursinggih cukup lama menjadi penari wayang wong panggung, penari Balet Ramayana, penata busana dan rias, pelaku seni teater, aktivis Balai Budaya Minomartani dekat rumah tinggalnya, perintis, pendiri, dan pengelola Taman Bacaan/Perpustakaan Desa, pengurus dan penggerakan kegiatan budaya, penggerak aktivitas Bahasa dan Sastra Jawa, penulis cerita, geguritan,tembang, dongeng, dan kisah-kisah sejarah lisan, bahkan penyiar radio komunitas. Tak ada hari tanpa kegiatan budaya. Bahkan, R Bambang Nursinggih dalam waktu cukup lama, setiap pagi selepas subuh mengirim pesan WA kepada sejumlah besar kawan-kawannya dengan sapaan dalam bentuk metrum "parikan" (pantun Jawa) yang ringan, lucu, akrab, sederhana, tetapi mendalam dan keperluan merawat hubungan pergaulan. Prinsip kerja berkesenian R Bambang Nursinggih, mentaati kesanggupan. Apabila sudah menyanggupi harus ditaati sesuai dengan kesepakatan. Tidak mudah patah arang, tidak mudah menyerah, dan terus berbuat untuk kesenian. Terutamaan ketaatannya untuk terus menulis geguritan. Bahkan, dalam banyak kesempatan tampil dalam pergaulan, R Bambang Nursinggih terbiasa menggunakan pakaian Jawa jangkep: blangkon, surjan, keris, sinjang, dan selop. Gaya Ngayogyan. Katanya, untuk nglungguhijejere wong Jawa. Apabila suasana memungkinkan, dalam forum resmi R Bambang Nursinggih pun suka menggunakan percakapan bahasaJawa krama. Bambang Nursinggih, sarjana seni taxi lulusan ISI Yogyakarta. Lahir di Madiun, 10 Februari 1952. Pendiri dan Ketua Lembaga Kebudayaan Jawa Sekar Pangawikan (2009), Ketua Perpustakaan Desa Ngudi Pangawikan (2010), Ketua Gerakan Pemasyarakat Minat Baca (GPMB) DIY (2017-sekarang), dan aktif di Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta (2003-2011, Pengurus SSJY). Ketua Teater Alam Yogyakarta (1994). Perias Ramayanan Ballet Purwawisata Yogyakarta (1992). Penulis sastra di media masa. Buku-bukunya telah terbit. Di antaranya: Arak-arakan Geguritan : Aja Kok Ijoli Warisanku; (2005, CV. Arindo Nusa Media 20090; Pisungsungku: Amung Gurit Ian Puisi anggitan; Dyah Manggalaratna Nuruljanati; CV. Arindo Nusa Media, 2010); Arak-arakan Geguritan: Garising Pepesthen; CV. Arindo Nusa Media; Arak-arakan Geguritan: Alam Desaku; CV. Arindo Nusa Media, 2011. Dongeng Sato Kewan 1 (kangge lare-lare). CV. Arindo Nusa Media, 2012; Arak-arakan Geguritan: Jogja Sinangling Gurit; CV. Arindo Nusa Media, 2015; Dongeng Sato Kewan I (kangge lare-tare) REVISI. CV. Arindo Nusa Media, 2015; Keunikan Saparan Pengantin Bekakak 2016. Seri Pengenalan Budaya Nusantara. Cetakan I, 2016. Penerbit Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME dan Tradisi, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. R Bambang Nursinggih juga seorang editor buku dan penulis pada sejumlah buku antologi bersama baik di bidang cerita cekak, geguritan, tembang, maupun esai budaya. Langganan menjadi juri mendongeng, story telling, pengisi acara siaran radio, dan menjadi pemateri pelatihan penulisan. Pengalaman berkeseniannya pun cukup panjang. 1974 Misi Kesenian Jawa Tengah ke Sumatra. 1980-1997 Pentas keliling Jawa-Sumatra bersama Teater Alam (TA). 1986 Misi Kesenian Indonesia ke Kuala Lumpur bersama Teater Alam. 1987-1994 Pentas keliling Jawa-Sulawesi bersama Sanggar Sallahudin UGM. 2003 Baca Geguritan di Radio Komunitas BBM FM 107,9 Mhz. 2009 Utusan DIY ke Temu Sastra Mitra Praja Utama III di Surakarta, 2010 MPU IV Lampung, 2011 Peserta MPU V Surabaya, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY; 2011 Peserta Kongres Sastra Jawa ke-III di Bojonegoro. 2011 Peserta Kongres Basa Jawa ke-V di Surabaya; 2012 Peserta MPU VI Yogyakarta, Dinas Kebudayaan Provinsi DIY. 2015 Peserta Pra Konggres Bahasa Jawa VI, Dinas Kebudayaan Prov. DIY. 2015 Peserta MPU X Kupang (NTT), 2016 Peserta Kongres Basa Jawa ke-VI di Jogjakarta. 2016 dan 2017 Peserta 24 Jam Sala Menari. R. Bambang Nursinggih juga berprestasi dalam kiprahnya, 2002 Juara I Mendongeng Kategori Umum Tk. Jateng-DIY. 2002 Juara II Mendongeng Satwa, Festival Cinta Satwa. 2002 Juara I Menirukan Suara Satwa, Festival Cinta Satwa Jateng-DIY. 2003 Juara II Lomba Maos Geguritan (Bebana). 2004 Juara III Lomba Mendongeng Kategori C Tingkat DIY. 2004 Juara I Gelar Prestasi Cipta Geguritan seDIY. 2006 Juara II Lomba Story Telling (Yayasan Mentari Indonesia). 2006 Juara I Lomba Mendongeng Umum Tingkat DIY (BPAD Propinsi DIY). Adapun Penghargaan yang telah diterimanya, 2015 (Oktober) Hadiah Sastra Yasayo (Yayasan Sastrawan Yogya) sebagai Sastrawan Jawa. 2017 (November) Penghargaan Bahasa dan Sastra tahun 2017, Balai Bahasa Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Nomine Kategori Tokoh Penggerak Bahasa dan Sastra Jawa.***

 

Kirab Arak2an Geguritan
Kirab Arak2an Geguritan
Prosesi adat kirab ritual merawat kekuatan spiritual
Prosesi adat kirab ritual merawat kekuatan spiritual
Bambang Nursinggih
Bambang Nursinggih